Kewenangan Lembaga Negara Menurut UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Kompetensi Dasar
3.3 Menganalisis fungsi dan kewenangan lembaga-lembaga Negara menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
4.3 Mendemonstrasikan hasil analisis tentang fungsi dan kewenangan lembaga-lembaga Negara menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
KEGIATAN PEMBELAJARAN 1 Supra Struktur dan Infra Struktur Politik
Selamat datang kembali di pembelajaran dalam modul ini. Kita akan mempelajari Fungsi dan Kewenangan Lembaga Negara menurut Ketentuan UUD NRI tahun 1945, semoga kalian tetap semangat mengikutinya dan memahami secara utuh.
A. Tujuan Pembelajaran
Setelah kegiatan pembelajaran 1 ini diharapkan kalian dapat menganalisis fungsi dan pernanan lembaga Negara menurut UUD NRI tahun1945. Selain itu, mampu memahami bagaimana UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengatur sistem presidential dan bagiamana proses pemberhentian Presiden.
B. Uraian Materi
A. Supra-struktur dan Infra-struktur Politik
1. Pengertian Sistem Politik Indonesia
Sistem politik, terbentuk dari dua pengertian yaitu sistem dan politik. Menurut Pamudji, sistem adalah suatu kebulatan atau keseluruhan yang kompleks atau terorganisir, suatu himpunan atau perpaduan hal-hal atau bagian-bagian yang mebentuk suatu kebulatan atau keseluruhan yang kompleks dan utuh.
Sedangkan menurut Rusadi Kantaprawira, sistem diartikan sebagai suatu kesatuan yang terbentuk dari beberapa unsur atau elemen. Unsur, komponen atau bagian yang banyak tersebut berada dalam keterikatan yang kait-mengait dan fungsional.
Dengan demikan dari kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa sistem adalah suatu kesatuan dari unsur-unsur pembentuknya baik yang berupa input (masukan) ataupun output (hasil) yang terdapat dalam lingkungan dan diantara unsur-unsur tersebut terjalin suatu hubungan yang fungsional.
Secara etimologis kata politik berasal dari bahasa Yunani yaitu polis yang berarti kota yang bersatus negara kota.
Dalam bahasa Arab, istilah politik diartikan sebagai siyasah yang berarti strategi.
Dari pengertian Sistem dan politik diatas, beberapa ahli mendefinisikan tentang sistem politik, sebagai berikut :
1) David Easton, menyatakan bahwa sistem politik merupakan seperangkat interaksi yang diabstraksi dari seluruh perilaku sosial, melalui nilai-nilai mana dialokasikan secara otoritatif kepada masyarakat.
2) Robert A. Dahl menyimpulkan bahwa sistem politik mencakup dua hal yaitu: pola yang tetap dari hubungan antar manusia, kemudian melibatkan seseuatu yang luas tentang kekuasaan, aturan dan kewenangan.
3) Rusandi Kantaprawira, berpendapat bahwa sistem politik merupakan berbagai macam kegiatan dan proses dari struktur dan fungsi yang bekerja dalam suatu unit dan kesatuan yang berupa negara atau masyarakat.
Dari berbagai rumusan di atas, secara umum sistem politik dapat diartikan sebagai keseluruhan kegiatan politik di dalam negara atau masyarakat yang mana kegiatan tersebut berupa proses alokasi nilai-nilai dasar kepada masyarakat dan menunjukan pola hubungan yang fungsional diantara kegiatan-kegiatan politik tersebut.
Sistem politik menyelengarakan fungsi-fungsi tertentu untuk masyarakat. Fungsi-fungsi itu adalah membuat keputusan-keputusan kebijakan yang mengikat alokasi dari nilai-nilai baik yang bersifat nateri maupun non materil.
Keputusan-keputusan kebijakan ini diarahkan untuk tercapainya tujuan-tujuan masyarakat.
Sistem politik mengahasil output berupa kebijakan-kebijakan negara yang sifatnya mengikat kepada seluruh masyarakat negara tersebut.
Dengan kata lain, melalui sistem politik aspirasi masyarakat (berupa tuntutan dan dukungan) yang merupakan cerminan dari tujuan masyarakat dirumuskan dan selanjutnya dilaksanakan oleh kebijakan-kebijakan negara tersebut.
Akan tetapi meskipun hidup di masyarakat, Dalam praktiknya sistem politik berbeda dengan sistem sosial.
Terdapat 4 (empat) ciri khas dari sistem politik yang membedaknnya dengan sistem sosial, yaitu:
1) daya jangkaunya universal, meliputi semua anggota masyarakat
2) adanya kontrol yang bersifat mutlak terhadap pemakaian kekerasan fisik
3) hak membuat keputusan-keputusan yang mengikat dan diterima secara sah
4) keputusannya bersifat otoritatif, artinya mempunyai kekuatan legalitas dan kerelaan yang besar.
2. Supra-struktur Politik Indonesia
Dalam menjalankan sistem politik suatu negara diperlukan struktur politik (lembaga negara) yang dapat menunjang jalannya pemerintahan.
Struktur politik merupakan cara untuk melembagakan hubungan antara komponen-komponen yang membentuk bangunan politik suatu negara supaya terjadi hubungan yang fungsional.
Struktur politik suatu negara terdiri dari kekuatan supra-struktur dan infra-struktur politik Supra-struktur politik diartikan sebagai mesin politik resmi di suatu negara dan merupakan pengerak politik yang bersifat formal.
Supra-struktur politik merupakan gambaran pemerintah dalam arti luas yang terdiri dari lembaga-lembaga negara yang tugas dan peranannya di atur dalam konstitusi negara atau peraturan perundang-undangan lainnya.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengatur
keberadaan kekuatan supra-struktur politik Indonesia dari mulai tugas, fungsi, wewenang sampai pada susunan dan kedudukannya.
Aturan dalam konstitusi ini dijabarkan oleh undang-undang.
Adapun yang menjadi kekuatan supra-struktur politk yang tergolong ke dalam lembaga tinggi negara Indonesia adalah sebagai berikut:
1) Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
2) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
3) Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
4) Presiden/Wakil Presiden
5) Mahkamah Agung
6) Mahkamah Konstitusi
7) Komisi Yudisial
8) Badan Pemeriksa Kekuangan
Kedelapan lembaga negara di atas merupakan kekuatan utama dalam suprastruktur politik negara kita.
Secara skematik dapat digambarkan sebagai berikut:
Secara garis besar berdasarkan UUD NRI Tahun 1945 tugas dan wewenang lembaga negara yang merupakan kekuatan supra struktur politik di Indonesia adalah sebagai berikut :
1) Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
a. anggota MPR terdiri dari DPR dan DPD (pasal 2 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945)
b. anggota MPR sebanyak 550 orang. Anggota DPD adalah 4 X Jumlah provinsi (UU No. 22 tahun 2003)
c. MPR adalah lembaga negara bukan lembaga tertinggi negara
d. Tugas dan wewenang MPR adalah berwenang mengubah dan menetapkan UUD, melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden dan hanya dapat memberhentikan Presiden dan Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut UUD (pasal 3 ayat (1,2,3) UUD NRI Tahun 1945).
e. MPR juga memiliki hak dan kewajiban seperti diatur dalam UU No. 22 tahun 2003 tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD.
2) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
a. Anggota DPR dipilih melalui Pemilu (pasal 19 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945).
b. Anggota DPR sebanyak 550 orang (UU No. 22 tahun 2003).
c. Fungsi DPR adalah fungsi legislasi, fungsi anggaran dan fungsi pengawasan (pasal 20 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945).
d. Hak anggota DPR adalah hak interpelasi, hak angket dan hak menyatakan pendapat (pasal 20A ayat (2) UUD NRI Tahun 1945).
e. Hak anggota DPR hak mengajukan pertanyaan, hak menyampaikan
usul/pendapat dan hak imunitas (pasal 20A ayat (3) UUD NRI Tahun 1945).
3) Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
a. DPD merupakan bagian keanggotan MPR yang dipilih melalui Pemilu dari setiap propinsi.
b. DPD merupakan wakil-wakil propinsi.
c. Anggota DPD berdomisili di daerah pemilihannya, dan selama bersidang bertempat tinggal di Ibukota negara RI (UU No. 22 tahun 2003).
d. DPD berhak mengajukan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah dan yang berkaitan dengan daerah.
Gedung MPR , DPR & DPD |
4) Presiden
a. Presiden dan Wakil Presiden dipilih langsung oleh rakyat dalam satu pasangan calon (pasal 6 A ayat (1) UUD NRI Tahun 1945).
b. syarat menjadi Presiden lainnya diatur lebih lanjut dalam undang-undang (pasal 6 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945).
c. Kekuasaan Presiden menurut UUD NRI Tahun 1945 hasil amandemen adalah :
1) Membuat undang-undang bersama DPR(pasal 5 ayat (1)dan Pasal 20)
2) Menetapkan peraturan pemeriontah (pasal 5 ayat (2))
3) Memegang kekuasaan tertinggi atas angkatan darat, laut dan udara (pasal 10)
4) Menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain dengan persetujuan DPR (pasal 11)
5) Menyatakan keadaan bahaya (pasal 12)
6) Mengangkat dan menerima duta dan konsul dengan memperhatikan
pertimbangan DPR (pasal 13)
7) Memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan MA (pasal 14 ayat (1)
8) Memberi amnesty dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR (pasal 14 ayat (2)
9) Memberi gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan (pasal 15)
10) Membentuk dewan pertimbangan yang bertugas memberikan
pertimbangan dan nasehat kepada Presiden (pasal 16)
11) Mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri negara(pasal 17)
12) Mengajukan RUU APBN (pasal 23)
5) Mahkamah Agung (MA).
a. MA merupakan lembaga negara yang memegang kekuasaan kehakiman disamping sebuah Mahkamah Konstitusi di Indonesia (pasal 24 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945).
b. MA membawahi peradilan di Indonesia (pasal 24 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945).
c. Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakan hukum dan keadilan (pasal 24 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945).
6) Mahkamah Konstitusi
a. Mahkamah konstitusi memiliki kewenangan :
1) Mengadili pada tingkat pertama dan terakhir UU terhadap UUD
2) Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD.
3) Memutus pembubaran partai politik.
4) Memutus hasil perselisihan tentang Pemilu (Pasal 24C ayat (1) UUD NRI Tahun 1945)
5) Memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai pelanggaran Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD (pasal 24C ayat (2) UUD NRI Tahun 1945).
b. Mahkamah konstitusi beranggotakan sembilan orang, 3 anggota diajukan MA,3 anggota diajukan DPR dan tiga anggota diajukan Presiden.
7) Komisi Yudisial (KY).
a. KY adalah lembaga mandiri yang dibentuk Presiden dengan persetujuan DPR (pasal 24B ayat (3) UUD NRI Tahun 1945).
b. KY berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung serta menjaga dan menegakan kehormatan, keluhuran martabat, dan perilaku hakim (pasal 24 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945).
8) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
a. BPK merupakan lembaga yang bebas dan mandiri dengan tugas khusus untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara (pasal 23E ayat (1) UUD NRI Tahun 1945).
b. Hasil pemeriksaan BPK di serahkan kepada DPR, DPD dan DPRD (pasal 23E ayat (2) UUD NRI Tahun 1945).
3. Infra-Struktur Politik Indonesia
Infra-struktur politik adalah kelompok-kelompok kekuatan politik dalam
masyarakat yang turut berpartisipasi secara aktif.
Infra-struktur politik di Indonesia meliputi keseluruhan kebutuhan yang diperlukan dalam bidang politik dalam rangka pelaksanaan tugas-tugas yang berkenaan dengan proses pemerintahan negara.
Pada dasarnya organisasi-organisasi yang tidak termasuk dalam birokrasi pemerintahan merupakan kekuatan infra-struktur politik. Dengan kata lain setiap organisasi non-pemerintah termasuk kekuatan infra-struktur politik.
Di Indonesia banyak sekali organisasi atau kelompok yang menjadi kekuatan infra-struktur politik, akan tetapi jika diklasifikasikan terdapat 4 (empat) kekuatan, yaitu:
a. Partai Politik, yaitu organisasi politik yang dibentuk oleh sekelompok warga negara Republik Indonesia secara sukarela atas dasar persamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan kepentingan anggota, masyarakat, bangsa, dan negara melalui pemilihan umum.
Pendirian partai politik biasanya didorong oleh adanya persamaan kepentingan, persamaan cita-cita politik dan persamaan keyakinan keagamaan.
b. Kelompok Kepentingan (interest group), yaitu kelompok yang mempunyai kepentingan terhadap kebijakan politik negara. Kelompok kepentingan bisa menghimpun atau mengeluarkan dana dan tenaganya untuk melaksanakan tindakan politik yang biasanya berada di luar tugas partai politik. Seringkali kelompok ini bergandengan erat dengan salah satu partai politik, atau adanya bersifat independen (mandiri).
Untuk mewujudkan tujuannya, tidak menutup kemungkinan kelompok kepentingan melakukan negosiasi dan mencari dukungan kepada masyarakat perseorangan ataupun kelompok masyarakat. Contoh dari kelompok kepentingan adalah elite politik, pembayar pajak, serikat dagang, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), serikat buruh dan sebagainya.
c. Kelompok Penekan (pressure group), yaitu kelompok yang bertujuan mengupayakan atau memperjuangkan keputusan politik yang berupa undang-undang atau kebijakan publik yang dikeluarkan pemerintah sesuai dengan kepentingan dan keinginan kelompok mereka. Kelompok ini biasanya tampil ke depan dengan berbagai cara untuk menciptakan pendapat umum yang mendukung keinginan kelompok mereka. Misalnya dengan cara demonstrasi, aksi mogok dan sebagainya.
d. Media komunikasi politik,yaitu sarana atau alat komunikasi politik dalam proses penyampaian informasi dan pendapat politik secara tidak langsung baik terhadap pemerintah maupun masyarakat pada umumnya. Sarana media komunikasi ini antara lain adalah media cetak seperti koran, majalah, buletin, brosur, tabloid dan sebagainya.
Sedangkan media elektronik seperti televisi, radio, internet dan sebagainya. Media komunikasi diharapkan mampu mengolah, mengedarkan informasi bahkan mencari aspirasi/pendapat sebagai berita politik.
B. Pemberhentian Presiden (Impeachment) dalam Ketatanegaraan RI
Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 membawa perubahan yang signifikan terhadap eksistensi MPR. MPR tidak lagi memiliki wewenang memilih Presiden dan Wakil Presiden.
Namun demikian, MPR masih tetap memiliki wewenang melakukan impeachment terhadap Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya apabila yang bersangkutan terbukti telah melakukan pelanggaran hukum.
Impeachment Presiden sering diungkapkan oleh masyarakat luas sebagai istilah yang menunjukkan sebagai pemberhentian Presiden.
Impeachment atau pemakzulan lebih lazim dimaksudkan sebagai dakwaan untuk memberhentikan Presiden.
Sesungguhnya, kedudukan Presiden dalam sistem pemerintahan presidensial sangat kuat.
Sistem ini dimaksudkan untuk menciptakan pemerintahan yang stabil dalam jangka waktu tertentu.
Dalam sistem ini ditentukan masa jabatan presiden untuk jangka waktu tertentu (Fix Term Office Periode).
Presiden dapat diberhentikan dalam jabatannya apabila ia melakukan pelanggaran hukum yang secara tegas diatur dalam UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945.
Presiden dan Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam jabatannya apabila terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela, dan apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.
Mekanisme pemberhentian Presiden diatur dalam Pasal 7B UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Berdasarkan ketentuan pasal tersebut, lembaga negara yang diberi kewenangan untuk memberhentikan Presiden dalam masa jabatannya adalah Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Namun, sebelum diputus oleh MPR, proses pemberhentian dimulai dengan proses pengawasan terhadap Presiden oleh DPR.
Apabila dari pengawasan itu ditemukan adanya pelanggaran hukum yang dilakukan oleh Presiden yang berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat, perbuatan tercela serta tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden, maka DPR dengan dukungan 2/3 (dua per tiga) jumlah suara dapat mengajukan usulan pemberhentian kepada MPR.
Namun, terlebih dahulu meminta putusan dari Mahkamah Konstitusi tentang kesimpulan dan pendapat dari DPR. Dalam hal Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa pendapat DPR itu tidak berdasarkan hukum, maka proses pemberhentian Presiden menjadi gugur.
Sebaliknya, jika Mahkamah Konstitusi membenarkan pendapat DPR, maka DPR akan meneruskannya kepada MPR untuk menjatuhkan putusannya, memberhentikan atau tidak memberhentikan Presiden.
Dengan demikian, pemberhentian Presiden menurut UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945, harus melewati 3 (tiga) lembaga negara yaitu Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Mahkamah Konstitusi (MK), serta Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Ketiga lembaga ini memiliki kewenangan berbeda. DPR melakukan penyelidikan dan mencari bukti-bukti serta fakta yang mengukuhkan dugaan adanya pelanggaran pasal mengenai pemberhentian Presiden oleh Presiden (yaitu Pasal 7A UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945) serta mengajukan usul pemberhentian kepada MPR.
Mahkamah Konstitusi mengkaji dari segi hukum dan landasan yuridis alasan pemberhentian Presiden.
MPR yang akan menjatuhkan vonis politik apakah Presiden diberhentikan atau tetap memangku jabatannya.
DPR sebagai lembaga negara yang memiliki kewenangan untuk mengawasi Presiden dapat mengusulkan pemberhentian Presiden di tengah masa jabatannya, tentu tidak steril dari pandangan dan kepentingan politiknya, karena lembaga DPR terdiri dan perwakilan partai-partai politik yang terpilih dalam pemilihan umum.
Karena itu, dalam mengajukan usulan pemberhentian Presiden, DPR harus seobyektif mungkin dan memiliki alasan-alasan yang cukup kuat bahwa tindakan/kebijakan Presiden benar-benar telah memenuhi dasar substansial pemberhentian Presiden (sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 7A Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945).
Bagaimana mekanisme DPR untuk menyelidiki adanya pelanggaran yang dilakukan oleh Presiden, tidak diatur secara tegas dalam UUD. Hanya Pasal 20A Ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memberikan Hak Angket kepada DPR, yaitu hak untuk melakukan penyelidikan terhadap kebijakan pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan masyarakat dan bangsa yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang- undangan.
Dengan adanya hak angket secara implisit UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memberikan kewenangan kepada DPR untuk mengadakan penyelidikan terhadap Presiden.
Hasil penyelidikan yang dilakukan oleh panitia angket diputuskan oleh DPR dalam rapat paripurna.
Jika hasil panitia angket menemukan bukti-bukti bahwa Presiden memenuhi ketentuan Pasal 7A UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yaitu melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya atau perbuatan tercela dan/atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan disetujui oleh paripuma DPR dengan dukungan minimum 2/3 suara, maka selanjutnya DPR harus terlebih dahulu membawa kasus itu kepada Mahkamah Konstitusi untuk diperiksa dan diadili sebelum dilanjutkan kepada MPR.
Mahkamah Konstitusi memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat DPR bahwa Presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan kepada negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela dan atau pendapat bahwa Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden.
Undang- Undang Mahkamah Konstitusi pun tidak mengatur secara rinci mengenai proses pemeriksaan di Mahkamah Konstitusi.
Dalam Undang-Undang Mahkamah Konstitusi hanya diatur mengenai mekanisme pengajuan permohonan, yaitu diajukan oleh DPR selaku Pemohon.
DPR harus mengajukan permohonan secara tertulis dan menguraikan secara jelas mengenai dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh Presiden kepada Mahkamah Konstitusi dan melampirkan putusan serta proses pengambilan putusan di DPR, risalah dan atau berita acara rapat DPR disertai bukti mengenai dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh Presiden.
Undang-Undang Mahkamah Konstitusi juga mengatur batas waktu penyelesaian permohonan yang harus diputus oleh Mahkamah Konstitusi dalam waktu 90 hari setelah permohonan diregister, alat-alat bukti serta bentuk putusan yang dikeluarkan oleh Mahkamah Konstitusi.
Mahkamah Konstitusi dalam melakukan pemeriksaan atas permohonan DPR diwajibkan untuk memanggil Presiden sebagai pihak dalam perkara untuk memberikan keterangan atau meminta Presiden untuk memberikan keterangan tertulis.
Untuk hadir atau memberikan keterangan di hadapan Mahkamah Konstitusi, Presiden dapat didampingi atau diwakili oleh kuasanya.
Apakah terdapat perdebatan lebih lanjut, misalnya tanggapan kembali dari DPR serta tanggapan balik dari Presiden.
Apakah Mahkamah Konstitusi dapat memeriksa kembali saksi-saksi yang sudah diperiksa di DPR atau menambah saksi baru, tidak diatur dalam Undang-Undang Mahkamah Konstitusi.
Bila memperhatikan ketentuan hukum acara yang diatur dalam Undang- Undang Mahkamah Konstitusi adalah terbuka kemungkinan bagi Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa kembali dan menilai bukti-bukti yang diajukan dan dapat memanggil saksisaksi.
Dengan demikian bukti-bukti yang diajukan oleh DPR dapat dinilai dan diuji kembali.
Mahkamah Konstitusi dapat memangil kembali saksi-saksi yang pernah dipanggil di DPR serta dapat memanggil saksi- saksi baru.
Dengan demikian, dalam pemeriksaan kasus usulan pemberhentian Presiden, Mahkamah Konstitusi tidak cukup hanya dengan memeriksa dan menilai dokumen-dokumen yang disampaikan oleh DPR.
Dengan mempergunakan ketentuan Pasal 86 Undang-Undang Mahkamah
Konstitusi, maka Mahkamah Konstitusi dapat membuat hukum acara tambahan sebagai pengaturan lebih lanjut untuk kelancaran pelaksanaan tugas dan wewenangnya.
Di sinilah kesempatan bagi Mahkamah Konstitusi untuk mengatur lebih lanjut mengenai hukum acara dalam hal pemeriksaan atas usulan pemberhentian Presiden oleh DPR.
Memperhatikan proses pemeriksaan pendapat DPR di Mahkamah Konstitusi dan ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menentukan bahwa Mahkamah Konstitusi ”memeriksa, mengadili, dan memutus” dapatlah disimpulkan bahwa sesungguhnya proses pemeriksaan pendapat DPR di Mahkamah Konstitusi adalah sebuah proses peradilan yang tidak terbatas pada pemeriksaan dokumen semata-mata.
Karena itu, pemeriksaan pendapat DPR itu dapat dilakukan seperti pemeriksaan dalam perkara pidana biasa.
Hanya saja posisi Presiden bukanlah seperti posisi terdakwa dalam perkara pidana, akan tetapi sebagai pihak dalam perkara yang memiliki posisinya sejajar dengan pemohon yaitu DPR yang bertindak seperti ”penuntut” dalam perkara pidana.
Dengan proses seperti ini, Mahkamah Konstitusi dapat secara obyektif dan secara mendalam memeriksa dan mengadili perkara yang diajukan oleh DPR, terhindar dari kepentingan dan pandangan politik yang dapat saja subyektif dari DPR.
Proses pemberhentian Presiden selanjutnya berada di lembaga MPR, setelah adanya putusan Mahkamah Konstitusi yang membenarkan pendapat DPR.
Apa yang terjadi di MPR sesungguhnya adalah pengambilan keputusan politik untuk menentukan apakah Presiden layak untuk diberhentikan atau tidak.
Tidak ada pemeriksaan kembali seperti halnya yang terjadi di DPR dan Mahkamah Konstitusi.
Dalam persidangan itu, MPR hanya mendengarkan pembelaan terakhir dari Presiden setelah mendengarkan usulan pemberhentian dari DPR.
Perdebatan yang mungkin terjadi hanyalah perdebatan di antara anggota MPR. Karena itu apakah Presiden berhenti atau tidak adalah sangat bergantung pada suara mayoritas yaitu 2/3 (dua pertiga) suara anggota MPR dalam sidang Istimewa MPR yang dihadiri sekurang-kurangnya 3/4 (tiga perempat) anggota MPR.
Di sinilah berlaku prinsip Salus Populi Suprema Lex (suara rakyat adalah hukum tertinggi).
Dalam hal MPR tidak memberhentikan Presiden, bukanlah berarti MPR menganulir putusan Mahkamah Konstitusi yang membenarkan pendapat DPR mengenai adanya dugaan pelanggaran hukum oleh Presiden.
Karena itu, Presiden dapat saja dituntut secara pidana melalui peradilan pidana biasa manakala terdapat dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh Presiden.
C. Rangkuman
1. Sistem politik dapat diartikan sebagai keseluruhan kegiatan politik di dalam negara atau masyarakat yang mana kegiatan tersebut berupa proses alokasi nilai-nilai dasar kepada masyarakat dan menunjukan pola hubungan yang fungsional diantara kegiatan-kegiatan politik tersebut.
2. Kekuatan supra-struktur politk yang tergolong ke dalam lembaga tinggi negara Indonesia adalah sebagai berikut:
a. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
b. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
c. Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
d. Presiden/Wakil Presiden
e. Mahkamah Agung
f. Mahkamah Konstitusi
g. Komisi Yudisial
h. Badan Pemeriksa Kekuangan
3. Infra-struktur politik adalah kelompok-kelompok kekuatan politik dalam masyarakat yang turut berpartisipasi secara aktif. Infra-struktur politik di Indonesia meliputi keseluruhan kebutuhan yang diperlukan dalam bidang politik dalam rangka pelaksanaan tugas-tugas yang berkenaan dengan proses pemerintahan negara.
4. Infra-struktur politik diklasifikasikan terdapat 4 (empat) kekuatan, yaitu:
a. Partai Politik,
b. Kelompok Kepentingan (interest group),
c. Kelompok Penekan (pressure group),
d. Media komunikasi politik,
5. Kedudukan Presiden dalam sistem pemerintahan presidensial sangat kuat. Sistem ini dimaksudkan untuk menciptakan pemerintahan yang stabil dalam jangka waktu tertentu (Fix Term Office Periode).
Presiden dapat diberhentikan dalam jabatannya apabila ia melakukan pelanggaran hukum yang secara tegas diatur dalam UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945.
Ayo Berlatih !
Untuk Latihan pada pembelajaran 1 ini, kalian diminta untuk bermain peran sebagai Lembaga negara yang terlibat dalam proses pemberhentian Presiden (impeachment).
Tentunya kalian harus memperhatikan tugas dan wewenang Lembaga tersebut.
Kalian diminta untuk mengisi apa yang akan kalian lakukan jika kalian sebagai:
1. Mahkamah Agung:
………………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………………
2. DPR:
………………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………………
3. MPR:
………………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………………
D. Latihan Soal
1. Pada dasarnya suasana kehidupan politik pemerintahan, yang terdiri atas lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif, dinamakan ...
A. Interest Group
B. Pressure Group
C. Political Figures
D. Infrastruktur Politik
E. Suprastruktur Politik
2. Perhatikan wewenang suprastruktur Politik jika diimplementasikan dalam kehidupan organisasi OSIS di sekolahmu !
1. Biro karya tulis ilmiah dan debat
2. Musyawarah Perwakilan Kelas
3. Perwakilan Kelas
4. Biro Kesenian
5. Wakil dan Ketua OSIS
Berdasarkan lembaga tersebut di atas, yang merupakan reflika atau mewakili lembaga suprastruktur dalam sistim organisasi di sekolah ditandai oleh nomor ….
A 1, 2, 3
B 1, 3, 4
C 1, 3, 5
D 2, 3, 5
E 3, 4, 5
3. Pada dasarnya Insfrasruktur Politik mencakup seluruh organisasi untuk menyalurkan aspirasi rakyat, kecuali ...
A. Partai Politik
B. Lembaga Negara
C. Kelompok Penekan
D. Kelompok Kepentingan
E. Pendapat Umum bersama media massa.
4. Pada dasarnya suatu organisasi yang berusaha memengaruhi kebijaksanaan pemerintah, pada waktu yang sama, dan berkehendak memperoleh jabatan publik adalah .....
A. Partai Politik
B. Organisasi Polik
C. Kelompok Penekan
D. Kelompok Kepentingan
E. Organi Kemasyarakatan
5. Suatu aktivitas seseorang atau sekelompok orang untuk secara aktif dalam kehidupan politik dinamakan …
A. Sistem politik
B. Dinamika politik
C. Partisipasi politik
D. Sosialisasi politik
E. Komunikasi politik