MATERI SEJARAH KELAS XI BAB VII B.RESPON BANGSA INDONESIA TERHADAP KOLONIALISME DAN IMPERIALISME DI BIDANG SOSIAL-BUDAYA DAN PENDIDIKAN

 


KEGIATAN PEMBELAJARAN 2 RESPON BANGSA INDONESIA TERHADAP KOLONIALISME DAN IMPERIALISME DI BIDANG SOSIAL-BUDAYA DAN PENDIDIKAN 


A. Tujuan Pembelajaran
Setelah kegiatan pembelajaran 2 ini diharapkan, siswa mampu :
1. Mengumpulkan dan mengolah data dari berbagai sumber mengenai respon bangsa Indonesia terhadap imperialisme dan kolonialisme dalam bidang Sosial Budaya dan Pendidikan.
2. Menganalisis dan menarik kesimpulan dari data yang dikumpulkan terkait respon bangsa Indonesia terhadap imperialisme dan kolonialisme dalam bidang sosial-Budaya dan Pendidikan.


B. Uraian Materi
1. Respon Bangsa Indonesia Terhadap Kolonialisme dan Imperialisme di bidang Sosial-Budaya
Kolonialisme dan Imperialisme Bangsa Belanda di Indonesia banyak berdampak terhadap kehidupan social-budaya masyarakat Indonesia, berbagai dampak tersebut antara lain adalah:
Terciptanya kelas sosial dalam masyarakat, dengan bangsa Eropa dianggap sebagai yang tertinggi, disusul oleh Asia Timur Jauh, dan terakhir golongan Bumiputera, sebagai orang yang lebih dahulu tinggal di Indonesia, golongan Bumiputera mendapatkan perlakuan diskriminatif, keistimewaan diberikan pada golongan Eropa dan Timur Asing yang seringkali diprioritaskan dan diutamakan dalam pemenuhan Haknya, hingga kaum Bumiputera merasa didiskriminasikan di tanahnya sendiri.
Terjadinya perubahan berbagai ritual dan tradisi kuno di istana-istana dan keraton maupun di masyarakat. Tradisi yang dimiliki oleh bangsa Indonesia, seperti upacara dan tata cara yang berlaku dalam lingkungan istana menjadi sangat sederhana, bahkan cenderung dihilangkan. Tradisi tersebut secara perlahan-lahan digantikan oleh tradisi pemerintah Belanda. Mundurnya aktivitas perdagangan laut. Daerah Indonesia pada saat abad ke XVII masih banyak bergantung pada aktivitas di tepi laut sehingga perubahan aktivitas perdagangan berdampak pada kehidupan di pedalaman.
Kemunduran perdagangan di laut secara tak langsung menimbulkan budaya feodalisme di pedalaman. Di bawah prinsip feodalisme, rakyat bumiputera dipaksa untuk tunduk/patuh pada tuan tanah Barat/Timur Asing.
Masuknya agama Katolik dan Protestan, bersamaan dengan datangnya Bangsa Belanda dan sebelumnya Portugis dan Spanyol, diperkenalkanlah agama Katolik dan Protestan di Indonesia.
 

Berbagai dampak tersebut pada akhirnya menimbulkan berbagai respon dari Bangsa Indonesia di bidang sosial-Budaya terhadap praktek kolonialisme dan Imperialisme Belanda di Indonesia, respon tersebut antara lain dalam bentuk :

a. Respon dalam bentuk karya sastra
Pada masa kolonialisme dan imperialism Belanda, muncul berbagai respon dalam bentuk karya sastra yang menjadi ciri khas pada masa pra-kemerdekaan, umumnya karya sastra ini turut membentuk sebuah identitas nasional keIndonesiaan dengan ciri khas penulisan menggunakan Bahasa melayu, yang kelak akan digunakan sebagai Bahasa Nasional di Indonesia, yaitu Bahasa Indonesia.
 

Pada periode awal abad XX muncul para sastrawan, yang terkenal antara lain adalah Mohammad Yamin (1903-1964) yang mulai menulis sajak-sajak modern pada tahun 1920-1922. 


 

 

Lalu ada pula Marah Roesli (lahir 1898) yang menulis sebuah novel legendaris berjudul Siti Nurbaya, yang menceritakan kisah cinta tragis sebagai akibat adanya benturan antara nilai-nilai modern dan tradisional, selain itu ada pula Sanusi Pane (1905-1968) yang juga menulis puisi modern dan merupakan sastrawan berpengaruh khususnya dibidang pengembangan kebudayaan yang berakar dari kebudayaan pra-islam.
 

Berbagai karya sastra ini, meskipun banyak dicetak menggunakan percetakan milik pemerintah Hindia-Belanda, yaitu Balai Pustaka ternyata turut mempertahankan identitas dan kelestarian budaya-budaya daerah yang didokumentasikan dari berbagai karya tulis yang dibuat orang Indonesia, sekaligus menyebarkan berbagai identitas kebangsaan Indonesia melalui suatu Bahasa nasional, yaitu Bahasa Indonesia. 

Karya-karya satra ini turut pula menyumbang gagasan tentang cara hidup modern di abad 20, Kesehatan pribadi, hingga kepada emansipasi wanita.


 


Aktifitas-aktifitas dari kegiatan budaya dan politik ini pada akhirnya akan
membawa ke arah persatuan Indonesia, yang tercermin dalam adanya kongres Pemuda II yang sama-sama mencetuskan sebuah sumpah pemuda yang diinisiasi oleh para pemuda dari berbagai suku dan etnis, dalam memperingati kongres yang diselenggarakan tahun 1928 ini, Moh.Yamin menulis sekumpulan sajak yang diterbitkan pada tahun 1929 dengan judul Indonesia Tumpah Darahku.


Sajak tersebut menggambarkan keyakinan di kalangan kaum terpelajar Indonesia bahwa pertama-tama mereka adalah Orang Indonesia, dan baru setelah itu mereka adalah orang Minangkabau, Batak, Jawa, Kristen, Islam dan lain-lain.
 

Selain Moh. Yamin adapula Mas Marco Kartodirdjo yang menulis buku yang berjudul “ Student Hidjo (1919) didalamnya menceritakan kehidupan Hidjo seorang pemuda dari kalangan priyai rendahan yang berhasil meraih prestasi di sekolahnya dan bisa melanjutkan belajar ke negeri Belanda, Buku lainnya yaitu yang berjudul Rasa Merdika (1924), menceritakan seorang pemuda yang selalu berkonflik dengan ayahnya yang di anggapnya sebagai alat pemerintahan Belanda.


 



b. Respon dalam bentuk karya seni musik
Respon Bangsa Indonesia terhadap kolonialisme dan Imperialisme Belanda di Indonesia di bidang sosial budaya antara lain adalah berkembangnya seni musik memiliki nuansa dan menggelorakan perjuangan. 

Salah satu tokoh seni musik tersebut adalah seorang kelahiran Jakarta, yang bernama Ismail Marzuki.


Ismail Marzuki merupakan musisi pemberontak di zamannya. Ketika pemerintah kolonial Belanda memberlakukan pembatasan hak untuk berserikat dan berkumpul (vergader verbod) terhadap organisasi-organisasi kebangsaan, dan rakyat dilarang keras mendengarkan lagu-lagu mars partai politik dan kebangsaan, jiwa Ismail memberontak. 

Cara-cara pembatasan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial tersebut bertujuan untuk menjaga keamanan dan ketertiban agar kekuasaanya di Indonesia langgeng terjaga.


Sementara sewaktu pemerintah melakukan berbagai upaya menjaga kedaulatannya itu, Belanda sedang mengalami situasi yang kacau balau. 

Ismail telah menciptakan lagu yang mampu membakar semangat bangsa dalam 10 judul lagu. 

Diantaranya lagu berjudul Gugur Bunga, Halo Halo Bandung , Indonesia Pusaka, Rayuan Pulau Kelapa , Gugur Bunga , Banyu Biru, Sepasang Mata Bola, Bintangku, Ani-ani Potong Padi, Kroncong Sukapuri dan Arjuna Rimba Malam Kemilau, Siapakah Namanya, Sederhana, Kroncong.
 

Lagu-lagu tersebut mampu membawa pengaruh pada perjuangan bangsa, karena menceritakan keadaan Indonesia di bawah jajahan Belanda. Begitulah profil Ismail Marzuki yang tercatat dalam sejarah berjuang demi kemerdekaan melalui melodi. 


 



2. Respon Bangsa Indonesia Terhadap Kolonialisme dan Imperialisme di Bidang Pendidikan
Sistem pendidikan yang telah dijalankan oleh pemerintah kolonial pihak Belanda ialah menggunakan metode Barat dengan cara menyediakan tempat pendukung berupa sekolah, metode kurikulum serta guru pengajar dengan jadwal yang teratur.
 

Pada awal mulanya sekolah yang telah didirikan ialah sebuah sekolah gubernemen di tiap-tiap kabupaten ataupun kota besar. Sekolah tersebut didirikan di tahun 1840-an serta diperuntukkan untuk masyarakat pribumi dari golongan masyarakat menengah atau anak pegawai pemerintah.

Guna menyiapkan tenaga guru pengajar lalu didirikanlah sekolah guru atau disebut kweekschool di kota Sala pada tahun 1852, di kota Bandung dan kota Probolinggo pada tahun 1866. Pelajar lulusan sekolah tersebut akan ditempatkan di beberapa sekolah-sekolah gubernemen. 

Bahasa sehari-hari yang digunakan di dalam aktivitas persekolahan tersebut ialah bahasa Jawa, Madura, Sunda atau bahasa Melayu, tergantung dimana lokasi sekolah tersebut.


Karena rasa ketidakpuasaan pada pendidikan Belanda yang cenderung mahal dan hanya orang tertentu. Maka banyak orang biasa yang tidak bisa mendapatkan pendidikan. 

Akhirnya muncul berbagai respon terhadap kolonialisme dan imperialism Belanda pada bidang Pendidikan sebagai bentuk sekolah tandingan terhadap sekolah pemerintah, antara lain adalah munculnya sekolah-sekolah milik orang Indonesia asli, antara lain adalah :
a. Taman Siswa
Setelah pulang dari pengasingan bersama dengan rekan-rekannya dalam Indische Partij (IP) Ki Hajar Dewantara, yang bernama asli Suwardi Suryaningrat lantas mendirikan sebuah perguruan yang bercorak Nasional yang di beri nama Onderwijs Instituut Taman Siswa ( Perguruan Taman Siswa).


 


Tujuan pendidikan Tamansiswa adalah membangun anak didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, merdeka lahir batin, luhur akal budinya, cerdas dan berketerampilan, serta sehat jasmani dan rohaninya untuk menjadi anggota masyarakat yang mandiri dan bertanggung jawab atas kesejahteraan bangsa, tanah air, serta manusia pada umumnya.


Sejak berdirinya pada tahun 1922 hingga kini Taman siswa sangat dikenal sebagai lembaga pendidikan yang menasional. Meski beberapa dekade belakangan ini nama Tamansiswa agak surut, termasuk dalam dunia pendidikan yang menjadi andalannya itu sendiri. 

Hal tersebut tidak semata-mata karena semakin banyaknya bermunculan lembaga-lembaga pendidikan yang kompetif, meski cenderung menjadi pasar, namun juga karena tampaknya Tamansiswa sendiri kehabisan energi, terutama energi pembaruan, di bidang pendidikan.
 

Setelah didirikannya Taman Siswa pada tanggal 3 juli 1922, perjalanan Taman Siswa ini tidak berhenti disitu saja melainkan Taman Siswa ini terus berkembang dimana Taman Siswa ini berperan dalam menumbuhkan rasa Nasionalisme bangsa Indonesia. 

Seperti kita ketahui sejak awal Taman Siswa dibentuk memberikan pendidikan yang berdasarkan pada kepribadian bangsa. Meskipun menggunakan sistem pendidikan modern Belanda akan tetapi Taman Siswa tidak mengambil kepribadian Belanda. Dengan demikian, anak didiknya tidak kehilangan jati diri sebagai bangsa Indonesia yang sangat berbeda dengan Belanda. 

Peran Guru Taman Siswa berasal dari bangsa Indonesia dan umumnya berasal dari para aktivis pergerakan nasional yang bercita-cita memerdekakan bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda.


Meskipun mendapat beberapa kali tawaran dari Pemerintah Belanda untuk mendapatkan bantuan dana dari pemerintah, Ki Hajar Dewantara menolaknya, dengan dalih tetap menginginkan adanya independensi Pendidikan di Taman Siswa tanpa mengikuti berbagai aturan dari Pemerintah Hindia Belanda. 

Meskipun ada kebijakan dari pemerintah Belanda untuk ditutup namun karena ada protes keras dari Ki Hajar Dewantara maka sekolah tersebut tidak jadi ditutup.

Berbagai warisan dari Taman Siswa yang berasal dari Ki Hajar Dewantara antara lain adalah Semboyan pendidikan yang sampai kini tetap dipegang oleh Indonesia yaitu
a. Ing ngarso sung tuladha artinya dapat memberi teladan
b. Ing Madya Mangun Karsa artinya menjadi penyemangat
c. Tut wuri Handayani artinya memberi dorongan
 

Selain itu, hari lahirnya Ki Hajar Dewantara pada tanggal 2 Mei pun tiap tahun diperingati sebagai hari Pendidikan nasional di Indonesia.
 

b. INS Kayu Tanam
Moh. Syafei seorang yang berdarah Minang dilahirkan di Kalimantan Barat tepatnya di daerah Natan tahun 1895. Anak dari Mara Sutan dengan Indung Khadijah. Ia menamatkan di Sekolah Rakyat tahun 1908, masuk sekolah Raja (Sekolah Guru) lulus pada tahun 1914. Kemudian beliau hijrah ke Jakarta dan menjadi guru pada sekolah Kartini selama 6 tahun. Disela-sela kesibukannya menyempatkan diri untuk belajar menggambar,  lulus tahun 1916, bahkan aktif dalam Budi Utomo serta Insulide serta membantu Wanita Putri Merdeka.

Moh. Syafei pada tanggal 31 Mei 1922 berangkat ke negeri Belanda menempuh pendidikan atas biaya sendiri. Belajar selama 3 tahun dengan memperdalam ilmu musik, menggambar, pekerjaan tangan, sandiwara termasuk memperdalam pendidikan dan keguruan. Pada tahun 1925 kembali ke Indonesia untuk mengabdikan ilmu pengetahuannya.


Berikut ini adalah Perkembangan Pendidikan INS Kayu Tanam, antara lain :
1) Masa Awal RP INS Kayutanam
Kayutanam adalah nama desa kecil di Sumatera Barat sedangkan INS sebuah lembaga pendidikan yang merupakan akronim dari Indonesche
Nederlandsche School. Cikal bakal sekolah ini adalah milik jawatan kereta api yang dipimpin oleh ayahnya. Tanggal 31 oktober 1926 diserahkan kepada M. Syafei untuk mengelolanya dan kemudian tersohor dengan nama Ruang Pendidikan Indonesche Nederlandsche School (RP INS) Kayutanam.


Pada awal didirikan, Ruang Pendidik INS mempunyai asas-asas sebagai
berikut :
• Berpikir logis dan rasional
• Keaktifan atau kegiatan
• Pendidikan masyarakat
• Memperhatikan pembawaan anak
• Menentang intelektualisme


2) Zaman Penjajahan Belanda
RP INS kayutanam tahun 1926 memiliki 75 orang siswa terdiri atas dua kelas (1A dan 1B) dengan bahasa pengantar bahasa Indonesia. Gedung sekolah RP INS Kayutanam dibangun sendiri oleh siswa tahun 1927 terbuat dari bambu beratap rumbia. 

Karena membutuhkan lahan luas maka pada tahun 1937 dipindahkan ke Pelabihan, 2 kilometer dari Kayutanam dan selesai pada tahun 1939.  

Kemajuan terus tercapai dengan adanya :
a. Terbangunnya asrama dengan kapasitas 300 orang dan 3 perumahan guru
b. Murid 600 orang
c. Asrama dilengkapi dengan satu ruang makan dan dapur
d. 1 pesanggerahan

3) Zaman Penjajahan Jepang
Pecahnya PD II 1941 INS diduduki secara paksa oleh Belanda dan proses
pembelajaran terhenti. Setelah Jepang menang tahun 1942 RP INS berubah terjemahannya menjadi Indonesche Nippon School. Di zaman ini pembelajaran merosot tajam yang disebabkan oleh sulitnya memperoleh alat-alat pelajaran dan digunakan untuk bekerja serta berlatih demi kepentingan perang Jepang.

4) Zaman Kemerdekaan
Nama INS tetap dipakai akan tetapi sebagai singkatan dari Indonesia Nasional School, pada masa kemerdekaaan Kayu tanam mengalami perkembangan ini dilihat dari :
▪ Atas ijin pemerintah Kayutanam mendirikan ruang pendidikan pengajaran, dan kebudayaan di bekas kantor penyelidikan di Padang Panjang. Perpustakaan ini pada masa itu memiliki koleksi buku sebanyak
23.000 buku.
▪ Pada tahun 1952 mendirikan percetakan dan penerbitan sendiri yang bernama Sridharma, dan menerbitkan majalah bulanan Sendi, serta mengarang buku Kunci 18 untuk memberantas buta huruf.
▪ Pada tanggal 31 Oktober 1952 INS dijadikan SGBN Istimewa, keistimewaan ini terletak pada :
▪ Moh Syafei tidak 100% terikat oleh peraturan-peraturan pemerintah.
▪ Murid-murid INS berasal dari seluruh Indonesia.
▪ Pelajaran yang diutamakan adalah ekspresi, seperti menggambar, musik, tari-tarian, pekerjaan tangan.


 



C. Rangkuman
Setelah membaca uraian materi ini, kembali simak rangkuman materi di bawah ini,
1. Respon Bangsa Indonesia terhadap kolonialisme dan Imperialisme Belanda juga muncul dalam bidang sosial- budaya dan Pendidikan
2. Respon dalam bidang sosial budaya antara lain adalah terbitnya karya-karya sastra yang menjadi penyemangat dan penyebar identitas ke-Indonesiaan lewat kesatuan Bahasa, tokohnya antara lain: Moh.Yamin, Mas Marco, Marah Roesli
3. Selain dalam bidang sastra, respon juga muncul melalui seni music, tokohnya antara lain Ismail Marzuki yang banyak menulis lagu sebagai penyemangat keIndonesiaan
4. Dalam bidang Pendidikan, respon muncul dalam bentuk didirikannya sekolah tandingan oleh para tokoh Indonesia yang tidak puas terhadap Pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Hindia-Belanda yang elitis dan hanya dinikmati segelintir masyarakat Bumiputera
5. Lembaga Pendidikan yang didirikan sebagai bentuk respon kolonialisme dan imperialisme Belanda antara lain adalah didiirkannya Taman Siswa dan INS Kayutanam
6. Pada Taman Siswa maupun INS Kayutanam, sangat dijunjung tinggi Independensi dari pengaruh pemerintah Hindia-Belanda, terbukti dengan adanya penolakan terhadap bantuan yang diberikan pemerintah Belanda kepada kedua Lembaga Pendidikan tersebut sebagai bentuk penolakan terhadap pengaruh dari pemerintah.

D. Latihan Soal
1. Sebagai sebuah bangsa yang merasa dikolonialisasi oleh Bangsa lain, Indonesia tidak diam saja dan menerima perlakuan diskriminatif dari pemerintah kolonial Belanda, jelaskan 3 bentuk respon Bangsa Indonesia terhadap kolonialisme dan imperialisme Belanda dalam bidang sosial-Budaya !
2. Timbul dan berkembangnya karya sastra yang memuat sajak-sajak dan cerita bernuansa penjajahan Belanda bukan saja dapat memperkenalkan dan mempertebal rasa cinta tanah air dari para penduduk Bumiputera, namun memiliki dampak lain, yaitu...
3. Seni musik dapat menjadi media dalam menggelorakan rasa kebangsaan Ketika masa kolonialisme Belanda di Tanah Air, jelaskan kiprah Ismail Marzuki sebagai komponis dalam perjuangan melawan kolonialisme dan imperialisme oleh Belanda di Indonesia !
4. Berdasarkan ketidakpuasan Pendidikan yang digelar oleh pemerintah Belanda, banyak tokoh yang kemudian mendirikan Lembaga Pendidikan sebagai bentuk respon terhadap kolonialisme dan imperialisme Belanda di Indonesia, jelaskan apa saja yang menjadi ketidakpuasan terhadap pendidikan Belanda dari tokoh bangsa seperti Ki Hajar Dewantara ? 

KIRIMKAN JAWABAN ANDA KEPADA GURU MELALUI WHATSAPP !