Pertanyaan kunci dari Unit 3 yang akan dikaji adalah:
1. Apa yang kalian ketahui tentang kesepakatan? Berikan contoh dalam kehidupan sehari-hari.
2. Bagaimana jika ada pelanggaran atas kesepakatan?
3. Apa konsekuensi atas pelanggaran kesepakatan?
1. Tujuan Pembelajaran
Kalian dapat mengidentifikasi berbagai jenis kesepakatan bersama yang ada di sekolah.
Kalian juga dapat mengevaluasi pelaksanaan kesepakatan bersama di sekolah; hal yang sudah dilaksanakan dan belum dilaksanakan.
2. Aktivitas Belajar
a. Untuk menjawab pertanyaan guru, coba kalian refleksikan beberapa kesepakatan yang telah kalian buat, baik pada saat kelas X, di OSIS, ataupun di mata pelajaran lain. Sampaikan kepada guru bentuk dan isi kesepakatan tersebut.
b. Sampaikan juga kepada guru, berdasarkan pengalaman kalian, apa manfaat dan kegunaan adanya kesepakatan tersebut.
c. Simak penjelasan guru dengan baik tentang arti kesepakatan, contoh-contoh kesepakatan, dan konsekuensi jika terjadi pelanggaran kesepakatan.
d. Setelah itu, kalian akan dibagi ke dalam beberapa kelompok untuk membuat kesepakatan dengan metode bermain peran.
Berikut penjelasannya.
1) Masing-masing kelompok akan ditentukan atau memilih peran apa yang akan dimainkan. Berikut opsi peran yang dapat dimainkan: (1) Keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, anak laki-laki, dan anak perempuan; (2) Sekolah yang terdiri dari kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guru, Guru BP, dan OSIS; dan (3) Perusahaan yang terdiri dari Manager, HRD, karyawan, dan security/ keamanan/satpam. Kalian juga dapat mengajukan salah satu topik peran yang dapat dimainkan.
2) Dalam setiap kelompok, masing-masing dari kalian akan berperan sesuatu dengan kesepakatan di dalam kelompok, apakah menjadi seorang ayah dalam keluarga, kepala sekolah di sekolah, atau manager di perusahaan. Dalam memerankan peran-peran tersebut, kalian perlu menghayati dengan sungguhsungguh bagaimana, misalnya, menjadi orang tua, kepala sekolah, atau manager.
3) Di dalam kelompok yang terdiri dari beberapa peran yang dimainkan, buatlah kesepakatan dengan disertai konsekuensi atas pelanggaran kesepakatan tersebut.
e. Dari kegiatan bermain peran tersebut, coba kalian bayangkan jika kalian sebagai pendiri bangsa. Para pendiri bangsa telah menyepakati Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, dan NKRI sebagai kesepakatan final. Kemudian, kalian bayangkan tentang bagaimana jika ada kelompok yang melanggar kesepakatan tersebut.
f. Di akhir sesi, isilah lembar refleksi 3-2-1 sebagai berikut:
Konsekuensi Kesepakatan Norma Sekolah
Kesepakatan atau disebut juga pemufakatan diartikan sebagai sikap yang menyepakati akan satu atau beberapa hal oleh satu pihak dengan pihak lain, di mana kesepakatan tersebut dilakukan dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Kesepakatan memiliki prinsip-prinsip yang adil, tidak memberatkan hanya salah satu pihak, bertanggung jawab, dan memiliki konsekuensi hukum atau sanksi jika terjadi pelanggaran atau penyelewengan atas kesepakatan yang telah dibuat bersama.
Kesepakatan juga berkorelasi dengan norma. Sebab, norma merupakan kesepakatan sosial. Kisi-kisi kesepakatan dapat bersumber dari mana pun: dari ajaran agama, adat, atau budaya. Usia norma dapat panjang, dapat pula pendek. Terkadang, norma menyesuaikan perkembangan zaman. Oleh karena itu, aturan main dalam norma dapat berubah setiap saat. Terkadang rigid (kaku), terkadang sangat fleksibel.
Antara Norma dan Kesepakatan
Lalu, apa perbedaan norma dengan kesepakatan? Norma adalah sebuah kesepakatan yang dibangun oleh masyarakat. Norma dibuat sebagai aturan bersama, sebagai cara hidup bersama, dan sekaligus menjadi pemandu untuk mencapai tujuan bersama. Kesepakatan dibuat melalui beberapa cara, melewati beberapa pertemuan dan diskusi yang mendalam, dan melibatkan banyak orang dengan segala kepentingannya.
Sebagai sebuah kesepakatan, norma dibuat untuk dijalankan, bukan untuk dilanggar. Siapa pun anggota masyarakat yang tercakup dalam wilayah geografis ataupun nongeografis norma, harus melaksanakan kesepakatan yang dirumuskan dalam bentuk norma, baik tertulis maupun tidak tertulis.
Itulah mengapa norma harus dibuat sebagai cermin dari kehendak bersama. Sebagai refleksi akhir dari berbagai pertimbangan yang melibatkan berbagai tokoh masyarakat dari agamawan, ahli hukum, pemegang adat istiadat, dan ahli moral (etika). Norma dibuat bukan sebagai cara untuk melegalkan tindakan yang bertentangan dengan sumber-sumber norma itu sendiri, yakni agama, hukum, sosial, dan kesusilaan.
Oleh karena itu, norma harus ditaati. Apabila ada yang melanggar norma, harus siap menerima konsekuensinya. Konsekuensi bukan hanya terhadap pelaku pelanggaran, tetapi juga dampak yang ditimbulkan terhadap masyarakat. Seperti halnya tawuran, sudah barang tentu ada kesepakatan umum bahwa hal tersebut tidak diperbolehkan. Ada banyak dampak negatif yang ditimbulkan oleh perilaku massal tersebut.
Secara individu, tentu saja ada luka batin dan lahir. Selalu terpelihara hati yang mendendam, tanpa kasih sayang. Secara lahir, banyak yang harus dirawat di rumah sakit akibat tawuran. Bahkan, ada yang harus dikebumikan. Keluarga kehilangan dan diliputi duka lara. Masyarakat juga menjadi terpecah belah, terkotak-kotak antara pro dan kontra. Selain itu, juga dapat menimbulkan sentimen dalam masyarakat yang berkepanjangan.
Kasus seks bebas, misalnya. Secara pribadi, seks bebas memberikan ruang penyaluran hasrat dan keinginan. Namun, seks bebas juga sekaligus merupakan tindakan melanggar terhadap hak orang lain. Orang tua resah dan gelisah. Seks tanpa ikatan perkawinan menghancurkan cita-cita ketenteraman yang diidamkan oleh masyarakat.
Norma di Sekolah
Seperti halnya di masyarakat, norma di sekolah pun demikian. Norma disepakati oleh berbagai pihak, dari manajemen sekolah, guru, orang tua, peserta didik, hingga masyarakat. Norma hendaknya disusun dengan melibatkan berbagai pihak secara demokratis. Mereka bersama-sama berdiskusi, semua pendapat ditampung dan didiskusikan secara demokratis pula. Jangan sampai mereka diundang hanya sebagai legitimasi tanpa apresiasi atas aspirasi. Jangan sampai partisipasi diabaikan dalam membuat sebuah kesepakatan norma, termasuk di dalam lembaga pendidikan (sekolah).
Kesepakatan yang dibangun harus mencerminkan kehendak bersama antara manajemen sekolah, guru, orang tua, peserta didik, dan masyarakat. Bukan sebagai sarana untuk memaksakan sebuah kehendak tertentu oleh pihak tertentu.
Dalam menyusun sebuah kesepakatan, apalagi yang ditulis menjadi norma bersama, menghargai pendapat orang lain menjadi sangat penting. Semua pihak harus meletakkan norma yang akan dibuat sebagai tanggung jawab bersama. Karena itu, harus merupakan keinginan bersama dan mencerminkan kepentingan semua pihak. Semua bersepakat membuat norma untuk mencapai tujuan bersama.
Sekolah atau lembaga pendidikan model apa pun, hendaknya menjadi contoh atau model yang tepat, yang bisa dirujuk oleh masyarakat. Jangan sampai sekolah justru menjadi contoh buruk dari sebuah pemaksaan kehendak dalam membuat kesepakatan norma. Ini memang bukan sesuatu yang mudah, tetapi justru itu adalah tantangan dari sebuah komitmen sekolah untuk melayani. Bukan hanya melayani dalam bentuk pengajaran, tetapi juga melayani dalam upaya pembelajaran kepada diri sendiri dan masyarakat luas.
4. Rangkuman
a. Kesepakatan atau disebut juga pemufakatan diartikan sebagai sikap yang menyepakati akan satu atau beberapa hal oleh satu pihak dengan pihak lain, di mana kesepakatan tersebut dilakukan dalam rangka mencapai tujuan tertentu.
b. Norma adalah sebuah kesepakatan yang dibangun oleh masyarakat. Norma dibuat sebagai aturan bersama, sebagai cara hidup bersama, dan sekaligus menjadi pemandu untuk mencapai tujuan bersama.
c. Norma harus ditaati. Apabila ada yang melanggar norma, harus siap menerima konsekuensinya. Konsekuensi bukan hanya terhadap pelaku pelanggaran, tetapi juga dampak yang ditimbulkan terhadap masyarakat.
d. Dalam menyusun sebuah kesepakatan, apalagi yang ditulis menjadi norma bersama, menghargai pendapat orang lain menjadi sangat penting. Semua pihak harus meletakkan norma yang akan dibuat sebagai tanggung jawab bersama.
e. Sekolah atau lembaga pendidikan model apa pun, hendaknya menjadi contoh atau model yang tepat, yang bisa dirujuk oleh masyarakat. Jangan sampai sekolah justru menjadi contoh buruk dari sebuah pemaksaan kehendak dalam membuat kesepakatan norma.
5. Uji Pemahaman
a. Jelaskan perbedaan antara kesepakatan dengan norma!
b. Sebutkan contoh perilaku positif yang menunjukkan taat norma dan kesepakatan!
c. Mengapa norma harus ditaat ?