Tujuan Pembelajaran
Setelah mempelajari bab isti’ārah taṣrĭkhiyyah, isti’ārah makniyyah, majāz mursal, majāz murakkab, dan majāz ‘aqlĭ beserta macam-macamnya, siswa diharapkan mampu:
1. Menganalisis konsep, bentuk, makna dan fungsi isti’ārah taṣrĭkhiyyah dalam sebuah wacana sesuai konteks
2. Menganalisis konsep, bentuk, makna dan fungsi isti’ārah makniyyah dalam sebuah wacana sesuai konteks.
3. Menganalisis konsep, bentuk, makna dan fungsi isti’ārah majāz mursal, majāz murakkab, dan majāz ‘aqlĭ dalam sebuah wacana sesuai konteks.
4. Menyajikan hasil analisis konsep, bentuk, makna dan fungsi isti’ārah taṣrĭkhiyyah, isti’ārah makniyyah, majāz mursal, majāz murakkab, dan majāz ‘aqlĭ dalam kalimat sesuai dengan konteks.
PENGHANTAR MATERI
Isti’ārah terbentuk dari tasybĭh. Akan tetapi dalam isti’ārah hanya disebutkan salah satu rukun tasybĭh, terkadang disebut musyabbah saja, atau disebutkan musyabbah bih saja. Tidak bisa disebutkan keduanya.
Dalam pembahasan ini kita akan mempelajari isti’ārah, majāz mursal, majāz murakkab, dan majāz ‘aqlĭ . Masing-masing mempunyai perbedaan. Isti’ārah ada hubungan musyābahah (persamaan) antara makna asli dan makna yang dimaksud. Sedangkan majāz mursal antara kata dan maknanya terdapat hubungan sebab-akibat, sebagian-keseluruhan, tempat-isi, dan masa lalu-masa mendatang.
Berbeda lagi dengan majāz murakkab, adalah susunan kalimat yang digunakan di luar makna aslinya karena terdapat ‘alāqah ghair musyābahah (hubungan selain keserupaan). Misalnya, kalām khabarĭ yang bukan bertujuan menyampaikan berita, dan kalām insyāĭ tidak bermakna yang sebenarnya.
Sedangkan majāz ‘aqlĭ terdapat penyandarkan fi’il (kata kerja) atau yang yang semakna dengannya kepada lafal yang menurut keyakinan penuturnya bukan sandaran sebenarnya, karena ada ‘alāqah (hubungan) tertentu.
A. ISTI’ĀRAH
1. Pengertian Isti’ārah
Perhatikan kalimat-kalimat pada No. (1) di atas, ada beberapa hal yang diserupakan dengan hal yang lain. Pertama, orang alim diserupakan seperti lautan dalam hal melimpah ruahnya. Kedua, penyanyi diserupakan seperti burung bulbul dalam hal keindahan suaranya. Ketiga, anak kecil dibandingkan dengan bunga mawar dalam hal keelokannya.
Kemudian perhatikan kalimat yang ada di No. (2), kamu akan mendapati
kalimat yang mengandung gaya bahasa perbandingan (tasybĭh ). Akan tetapi dalam kalimat tersebut tidak disebutkan musyabbah, adāh tasybĭh , dan wajh syibh. Hanya disebutkan musyabbah bih saja. Sehingga gaya bahasa seperti ini menambah imajinasi.
Penggunaan kata ‘bulbul’ di kalimat tersebut karena ada sisi kesamaan antara penyanyi dan burung bulbul di dalam keindahan suaranya. Bulbul disini bukan makna
KAIDAH
1. Isti’ārah secara bahasa, bermakna ‘meminjam’.
2. Secara istilah, Isti’ārah adalah : penggunaan kata-kata bukan dalam pengertian sebenarnya, melainkan dalam arti kiasan. Antara keduanya ada sisi persamaan serta ada qarĭnah yang menghalangi digunakannya makna asli.
3. Isti’ārah terbentuk dari tasybĭh. Akan tetapi dalam Isti’ārah hanya disebutkan salah satu rukun tasybĭh, terkadang disebut musyabbah saja atau disebutkan musyabbah bih saja. Tidak bisa disebutkan keduanya.
4. Dalam Isti’ārah tidak terdapat adāh tasybĭh dan wajh syibh.
5. Harus ada qarĭnah yang menghalangi diberikannya makna asli.
6. Tasybĭh bisa dibuat menjadi Isti’ārah dan sebaliknya.
7. Rukun Isti’ārah :
a. Al-Musta’ār minh = musyabbah bih
b. Al-Musta’ār lah = musyabbah
c. Musta’ār = lafal yang dipinjam
2. Macam-Macam Isti’ārah
Ist’arah terdapat beberapa macam, tetapi dalam pembahasan ini akan dibahas dua jenis isti’ārah, yaitu :
a. Isti’ārah Taṣrĭkhiyyah
Penyerupaan kufr dengan ẓulumāt karena ada hubungan keserupaan keduanya di dalam kesesatan, tidak adanya petunjuk, samarnya kebenaran, dan terhalangnya penglihatan.
Kemudian dipinjam lafal musyabbah bih (aẓ-ẓulumāt) untuk musyabbah (kufr) dengan alasan kufr termasuk jenis dari kegelapan, kemudian musyabbah dibuang, hanya tinggal musyabbah bih saja.
Kemudian ‘iman’ diserupakan dengan ‘cahaya’ karena ada persamaan antara keduanya di dalam petunjuk, sampainya kepada kebaikan, dan kemudahan melihat kepada kebenaran. Dipinjamlah lafal musyabbah bih (an-nūr) untuk dijadikan musyabbah (iman), musyabbah dibuang, karena sudah tidak dibutuhkan, dengan dihadirkan musyabbah bih sebagai penggantinya disertai qarĭnah.
b. Isti’ārah Makniyyah
Contoh-contoh
Perhatikan penggalan ayat pada contoh di atas. Contoh No. (1) ada peminjaman kata “yasr” (berlalu) untuk kata ‘al-lail (malam)’. Malam diberikan sifat layaknya manusia, yaitu ‘berlalu’.
Begitu juga contoh No. (2), ‘asy-syams (matahari)’ diberikan sifat seperti manusia, yaitu ‘tajrĭ berjalan)’.
Kemudian perhatikan contoh No. (3), ‘waktu subuh’ diserupakan dengan
‘manusia’ lalu dibuang musyabbah bih (penyerupa) nya kemudian disebutkan salah satu sifat manusia -bernapas- untuk disematkan kepada ‘subuh’. Fajar menyingsing di kala subuh diibaratkan dengan embusan napas manusia.
B. Majāz Mursal
Pengertian Majāz Mursal
Pembahasan
(1)’Aṣābi’ maknanya adalah ‘jari-jari’, yang dimaksud adalah ‘sebagian jari’. Apakah ada hubungan keserupaan (musyābahah) antara keduanya? Tidak, hubungannya adalah keseluruhan untuk sebagian.
Kemudian perhatikan contoh No. (2)‘Qum’maknanya adalah ‘berdirilah’, yang dimaksud adalah bukan hanya berdiri, tetapi prosesi salat secara keseluruhan (hubungan sebagian untuk keseluruhan).
Perhaikan contoh No. (3) ‘melahirkan selain anak yang berbuat ma'siat’ yang dimaksud adalah kelak ketika anak tersebut dewasa. Karena tidak mungkin anak baru dilahirkan berbuat maksiat (masa sekarang untuk masa yang akan datang).
No. (4) ‘magfirah’ maknanya adalah ‘ampunan’. Yang dimaksud adalah ‘penyebab’ diberinya ampunan, yakni ‘taubat’ (hubungan akibat untuk sebab).
(5)‘nār’(api) adalah sebab datangnya adzab Allah (hubungan sebab untuk akibat).
No. (6) al-qaryah (negeri) : Maksudnya adalah bertanyalah kepada ‘penduduk negeri’ (hubungan tempat untuk yang di dalam tempat).
No. (7) ‘fa fĭ rahmatillāh’ Maksudnya ialah bukan di dalam rahmat Allah, tetapi dalam tempat yang dipenuhi oleh rahmat Allah, yakni surga.
C. Majāz Murakkab
Adalah susunan kalimat yang digunakan di luar makna aslinya karena terdapat ‘alāqah ghair musyābahah (hubungan selain keserupaan). Majāz murakkab ada di dua tempat, yaitu :
1. Pada Kalām Khabar
Penjelasan
Perhatikan contoh No. (1), syair tersebut menggunakan pola kalām khabar, tetapi maksud bait di atas bukan menyampaikan berita, melainkan ‘meluapkan keluh kesah dan mengungkapkan penyesalan’. Keluh kesah dan penyesalan termasuk bagian dari kalām insyā’.
Kemudian bacalah contoh No. (2), syair tersebut juga menggunakan pola
kalām khabar seperti contoh No. (1), tetapi maksud bait di atas bukan menyampaikan berita, melainkan ‘memperlihatkan kelemahan’.
Kalau kita perhatikan contoh No. (3), kalimat tersebut juga menggunakan pola kalām khabar seperti contoh No. (1) dan No. (2), tetapi maksud kalimat di atas bukan menyampaikan berita, melainkan ‘memperlihatkan kebahagiaan’.
Pada contoh No. (4), kalimat tersebut juga menggunakan pola kalām khabar, tetapi maksud kalimat di atas bukan menyampaikan berita, melainkan ‘memanjatkan doa’.
2. Pada Kalām Insyā’
D. Majāz ‘Aqli
Pengertian Majāz ‘Aqli :
Pengertian :
Kalau kita perhatikan contoh-contoh di atas, ada beberapa hal yang bisa kita pahami :
Contoh No. (1) terdapat mabnĭ ma’lūm (kata aktif) yang disandarkan kepada maf’ūl (objek). Maksudnya, kehidupan yang para penghuninya puas dan ridha. Sebab, yang puas sebenarnya bukan kehidupan itu, melainkan orangnya (maf’ūliyyah).
Kemudian pada contoh No. (2), terdapat penyandarkan lafal mabnĭ (kata
pasif) kepada fā’il (subjek). Maksudnya ‘banjir yang memenuhi lembah’. Yang penuh bukan banjirnya, melainkan lembah yang dilewati oleh banjir itu (fā’iliyyah).
Pada contoh No. (3) terdapat penyandarkan fi’il (kata kerja) majhūl kepada maṣdar sehingga ia menjadi fā’il (pelaku) dari fi’il tersebut. Yang bersungguhsungguh bukan kesungguhannya, melainkan orang yang bersangkutan. Maksudnya, orang itu sungguh bersungguh-sunguh.
Pada contoh No. (4) terdapat penyandarkan fi’il (kata kerja) kepada waktu terjadinya, sehingga ia menjadi fā’il (pelaku dari fi’il tersebut). Bukan siangnya yang berpuasa, tetapi orangnya. Maksudnya, dia puasa pada siang hari.
Perhatikan contoh pada No.(5), terdapat penyandarkan fi’il (kata kerja) kepada tempat terjadinya, sehingga ia menjadi fā’il (pelaku) dari fi’il tersebut. Yang mengalir bukan sungainya, melainkan airnya. Maksudnya,air sungai mengalir.
Pada contoh No. (6) terdapat penyandarkan fi’il (kata kerja) kepada sebab atau perantaranya sehingga ia menjadi fā’il (pelaku) dari fi’il tersebut. Yang membangun sebenarnya para pekerja atas perintah dari Gubenur.
Dari contoh-contoh di atas kita lihat beberapa fi’il atau yang menyerupainya tidak disandarkan kepada fā’il-nya yang hakiki, melainkan kepada penyebab fi’il, kepada waktunya, tempatnya, atau kepada maṣdar-nya.
Mudah untuk diketahui bahwa penyandaran yang yang demikian adalah bukan isnād hakiki karena penyandaran yang sebenarnya adalah penyandaran fi’il kepada fā’il nya yang hakiki. Bila demikian, maka penyandaran di sini adalah majāz dan disebut sebagai majāz ‘aqlĭ karena majāz-nya tidak terdapat pada lafal sebagaimana pada majāz mursal dan isti’ārah, melainkan pada penyandaran, dan hal ini dapat diketahui melalui pemikiran yang tajam.
HIKMAH PEMBELAJARAN
PENDALAMAN MATERI
Majāz mursal ada kemiripan dengan istilah bahasa Indonesia metonimia, yaitu majas yang berupa pemakaian nama ciri atau nama hal yang ditautkan dengan orang, barang, atau hal sebagai penggantinya. Ada persamaan juga dengan sinekdoke (gaya bahasa yang menggunakan suatu bagian dari objek untuk menyatakan benda/sesuatu secara keseluruhan, atau sebaliknya).
Contoh
1. Jangan lupa kau berikan amplopnya ke penghulu ya!
2. Setiap kepala dikenakan iuran sebesar 1 juta.
3. Pada pertandingan sepak bola tadi sore, tuan rumah menderita kekalahan 1:2.
4. Terima kasih, kau memberiku nikmat hari ini.
5. Pena lebih berbahaya dari pedang.
6. Saya akan menyalakan api.
RANGKUMAN
1. Isti’ārah secara bahasa bermakna ‘meminjam’.
2. Secara istilah, isti’ārah adalah: penggunaan kata-kata bukan dalam pengertian sebenarnya, melainkan dalam arti kiasan. Antara keduanya ada sisi persamaan serta ada qarĭnah yang menghalangi digunakannya makna asli.
3. Isti’ārah terbentuk dari tasybĭh . Akan tetapi dalam isti’ārah hanya disebutkan salah satu rukun tasybĭh , terkadang disebut musyabbah saja, atau disebutkan musyabbah bih saja. Tidak bisa disebutkan keduanya.
4. Dalam isti’ārah tidak terdapat adāh tasybĭh dan wajh syibh.
5. Dalam isti’ārah harus ada qarĭnah yang menghalangi diberikannya makna asli.
6. Tasybĭh bisa diubah /dibuat menjadi isti’ārah dan sebaliknya.
7. Rukun isti’ārah :
a. Al-Musta’ār minh = musyabbah bih
b. Al- Musta’ār lah = musyabbah
c. Musta’ār = lafal yang dipinjam
8. Salah satu jenis isti’ārah adalah : isti’ārah taṣrĭkhiyyah dan isti’ārah makniyyah.
9. Isti’ārah taṣrĭkhiyyah adalah isti’ārah dengan cara membuang musyabbah dan disebut musyabbah bih-nya saja, dengan disertaiqarĭnah yang menunjukkan lafal yang dibuang.
10. Isti’ārah makniyyah adalah isti’ārah yang dibuang musyabbah bihnya dan sebagai isyarat ditetapkan salah satu sifat khasnya/diwakili oleh salah satu ciri atau sifatnya. Atau bahasa mudahnya memberi sifat manusia pada benda benda, hewan, dan makna (konsep).
11. Majāz mursal adalah kata yang digunakan bukan pada makna yang terucap /tertulis (tersurat), tetapi makna yang tersirat.Antara dua makna tersebut tidak ada hubungan penyerupaan (musyabahah) seperti isti’ārah, tetapi hubungan kata dan maknanya berupa:
a. sebab-akibat (sababiyyah-musabbabiyah)
b. sebagian-keseluruhan (juz’iyyah-kulliyah)
c. tempat-isi (maḥalliyah)
d. masa lalu-masa mendatang (i’tibār mā kāna - i’tibār mā yakūn)
e. keadaan (ḥāliyah)
12. Majāz murakkab adalah susunan kalimat yang digunakan di luar makna aslinya karena terdapat ‘alāqah ghair musyābahah (hubungan selain keserupaan). Majāz murakkab ada di dua tempat, yaitu :
a. Pada kalām khabar, yang mempunyai tujuan : memperlihatkan keluh kesah dan penyesalan, memperlihatkan kelemahan, memperlihatkan kebahagiaan, dan memanjatkan doa.
b. Pada kalām insyā’ (yang tujuannya keluar dari tujuan asli).
13. Majāz ‘aqlĭ adalah : Menyandarkan fi’il (kata kerja) atau yang yang semakna dengannya kepada lafal yang menurut keyakinan pengucapnya, bukan sandaran sebenarnya karena ada ‘alāqah (hubungan) tertentu. Adapun yang semakna dengan fi’il meliputi ism fi’il, maṣdar, ism fā’il, ism maf’ūl, ṣifah musyābbahah, ism manṣūb, ṣĭgah mubālagah, ism tafḍĭl, ẓarf zamān, ẓarf makān, dan jār-majrūr.
14. Penyandaran majāzi adalah penyandaran kepada sebab fi’il , waktu fi’il, tempat fi’il, atau maṣdarnya, atau penyandaran isim mabnĭ fā’il kepada maf’ūl nya, atau ism mabnĭ maf’ūl kepada fā’ilnya