B. SISTEM DAN DINAMIKA DEMOKRASI DI INDONESIA
Sebelumnya kalian telah mempelajari klasifikasi demokrasi. Lantas apakah Indonesia termasuk negara demokrasi ? untuk mengetahui jawabannya , silahkan simak bunyi pasal 1 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 berikut !
"Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar".
Bunyi pasal tersebut menunjukkan bahwa secara normatif Indonesia merupakan negara demokrasi. Kedaulatan berada di tangan rakyat diwujudkan dengan adanya keterlibatan rakyat dalam pemilihan umum. Penyelenggaraan pemilu juga diselenggarakan dalam rangka regenarasi kepemimpinan dalam pemerintahan yang demokratis. Indonesia memiliki demokrasi berbeda dengan negara lain. Demokrasi yang digunakan di Indonesia adalah demokrasi Pancasila. Apa itu demokrasi Pancasila ? Simaklah ulasan berikut.
1. DEMOKRASI PANCASILA
Ada banyak ahli yang menggunakan pendapatnya mengenai pengertian demokrasi Pancasila. Dua di antaranya sebagai berikut :
a. Prof. Dr. Drs. Notonagoro,SH menyatakan demokrasi Pancasila adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyarawatan / perwakilan yang berketuhanan Yang Maha Esa, berperikemanusiaan yang adil dan beradab, mempersatukan Indonesia dan berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
b. Prof. Dardji Darmodiharjo, SH menyatakan demokrasi Pancasila adalah paham demokrasi yang bersumber dari kepribadian dan falsafah hidup bangsa Indonesia yang perwaujudannya seperti dalam ketentuan Pembukaan UUD NRI Tahun 1945.
Berdasarkan pengertian demokrasi dari dua ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa demokrasi Pancasila adalah paham demokrasi yang bersumber dari nilai-nilai dasar negara Indonesia, yaitu Pancasila. Demokrasi Pancasila mendasarkan diri pada paham kekeluargaan dan kegotongroyongan yang ditujukan untuk:
a. kesejahteraan rakyat,
b. mendukung unsur-unsur kesadaran hak berketuhanan Yang Maha Esa,
c. menolak ateisme,
d. menegakkan kebenaran yang berdasarkan budi pekerti luhur,
e. mengembangkan kepribadian Indonesia, serta
f. menciptakan keseimbangan peri kehidupan individu dan masyarakat, jasmani dan rohani, lahir dan batin, hubungan manusia dengan sesamanya, dan hubungan manusia dengan Tuhannya.
Sistem demokrasi Pancasila tentu berbeda dengan sistem demokrasi negara lain.
Sistem demokrasi Pancasila bersumber dari ideologi bangsa Indonesia. Demokrasi Pancasila memiliki ciri-ciri yang mengandung nilai-nilai Pancasila dan prinsip-prinsip yang berbeda dengan sistem demokrasi negara lain.
a. Ciri-ciri Demokrasi Pancasila
Idris Israil dalam bukunya berjudul Pendidikan Pembelajaran dan Penyebaran Kewarganegaraan mengungkapkan ciri-ciri demokrasi Pancasila Indonesia sebagai berikut.
1) Kedaulatan ada di tangan rakyat, artinya kekuasaan tertinggi ada pada kehendak rakyat.
2) Selalu berdasarkan kekeluargaan dan gotong royong, artinya demokrasi tidak lepas dari prinsip kekeluargaan dan juga gotong royong yang memang sudah menjadi ciri dan budaya masyarakat ketimuran, terutama Indonesia.
3) Cara pengambilan keputusan melalui musyawarah untuk mencapai mufakat, artinya dalam mengambil keputusan selalu melalui jalan musyawarah bersama bukan dengan memaksakan kehendak golongan saja.
4) Tidak mengenal adanya partai pemerintahan dan partai oposisi, artinya netral dan tidak memihak karena semua lapisan masyarakat bersama membangun bangsa dan negara, tanpa terkecuali dan tanpa membawa misi pribadi maupun golongan.
5) Diakui adanya keselarasan antara hak dan kewajiban, artinya demokrasi mengakui persamaan hak serta kewajiban bukan hanya kewajiban saja dan melupakan hak atau sebaliknya. Hak dan kewajiban harus berjalan beriringan demi mencapai masyarakat madani.
6) Menghargai hak asasi manusia, artinya hak asasi sebagai hak mendasar tidak boleh diganggu gugat oleh siapa pun bahkan oleh negara.
7) Ketidaksetujuan pada kebijakan pemerintah disalurkan melalui wakil-wakil rakyat yang duduk dalam lembaga tinggi negara.
8) Tidak mendukung adanya demonstrasi maupun pemogokan karena menimbulkan kerugian.
9) Tidak menganut sistem monopartai atau partai tunggal. Dengan kata lain, tidak memonopoli hak politik warga negara yang bertentangan dengan fungsi partai politik itu sendiri.
10) Pemilu dilaksanakan secara terbuka dan jujur serta adil seperti fungsi pemilu yang selalu dijunjung tinggi di Indonesia.
11) Tidak mengenal adanya diktator mayoritas dan tirani minoritas, artinya warga negara memiliki kedudukan yang sama di segala bidang.
12) Mendahulukan kepentingan rakyat atau kepentingan umum, artinya kepentingan um menjadi aspek utama yang harus dilaksanakan daripada kepentingan pribadi maupun golongan.
b. Prinsip-Prinsip Demokrasi Pancasila
Seperti sistem demokrasi lainnya, demokrasi Pancasila juga mempunyai prinsip. Ahmad Sanusi dalam tulisannya berjudul Memberdayakan Masyarakat dalam Pelaksanaan 10 Pilar Demokrasi, mengutarakan sepuluh pilar yang menjadi prinsip demokrasi konstitusional Indonesia
menurut Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945 sebagai berikut.
1) Demokrasi yang berketuhanan Yang Maha Esa. Artinya, sistem serta penyelenggaraan kenegaraan Republik Indonesia harus taat asas, konsisten, atau sesuai dengan nilai-nilai dan kaidah-kaidah dasar Ketuhanan Yang Maha Esa.
2) Demokrasi dengan kecerdasan. Artinya, demokrasi diselenggarakan sesuai UUD NRI Tahun 1945 bukan dengan kekuatan naluri, kekuatan otot, atau kekuatan massa semata-mata.
Pelaksanaan demokrasi justru lebih menuntut kecerdasan rohaniah, kecerdasan aqliyah, kecerdasan rasional, dan kecerdasan emosional.
3) Demokrasi yang berkedaulatan rakyat. Artinya, kekuasaan tertinggi ada di tangan rakyat. Secara prinsip, rakyatlah yang memiliki/memegang kedaulatan itu. Dalam batas-batas tertentu kedaulatan rakyat dipercayakan kepada wakil-wakil rakyat di MPR (DPR/DPD) dan DPRD.
4) Demokrasi dengan rule of law. Ada empat makna penting yang terkandung. Pertama, kekuasaan negara Republik Indonesia harus mengandung, melindungi, serta mengembangkan kebenaran hukum (legal truth) bukan demokrasi ugal-ugalan, demokrasi dagelan, atau demokrasi manipulatif. Kedua, kekuasaan negara memberikan keadilan hukum (legal justice) bukan demokrasi yang terbatas pada keadilan formal dan pura-pura. Ketiga, kekuasaan negara menjamin kepastian hukum (legal security) bukan demokrasi yang membiarkan kesemrawutan atau anarki. Keempat, kekuasaan negara mengembangkan manfaat atau kepentingan hukum (legal interest) seperti kedamaian dan pembangunan, bukan demokrasi yang justru memopulerkan fitnah dan hujatan atau menciptakan perpecahan, permusuhan, dan kerusakan.
5) Demokrasi dengan pemisahan kekuasaan negara. Artinya, demokrasi dilaksanakan menurut UUD NRI Tahun 1945 dengan pembagian dan pemisahan kekuasaan (division and separation of power), melalui sistem pengawasan dan perimbangan (check and balances).
6) Demokrasi dengan hak asasi manusia. Artinya, demokrasi menurut UUD NRI Tahun 1945 mengakui hak asasi manusia yang tujuannya bukan saja menghormati hak-hak asasi tersebut, melainkan meningkatkan martabat dan derajat manusia seutuhnya.
7) Demokrasi dengan pengadilan yang merdeka. Artinya, demokrasi menurut UUD NRI Tahun 1945 menghendaki diberlakukannya sistem pengadilan yang merdeka (independen). Sistem pengadilan yang merdeka memberi peluang seluas-luasnya kepada semua pihak untuk mencari dan menemukan hukum seadil-adilnya. Di muka pengadilan penggugat dengan pengacaranya, penuntut umum, dan terdakwa dengan pengacaranya mempunyai hak yang sama mengajukan konsiderans (pertimbangan), dali dalil, fakta-fakta, saksi, alat pembuktian, dan petitumnya.
8) Demokrasi dengan otonomi daerah. Artinya, otonomi daerah merupakan pembatasan terhadap kekuasaan negara khususnya kekuasaan legislatif dan eksekutifdi tingkat pusat serta
pembatasan kekuasaan presiden. UUD NRI Tahun 1945 secara jelas mengatur pembentukan daerah-daerah otonom pada provinsi dan kabupaten/kota. Melalui peraturan pemerintah, daerah-daerah otonom dibangun dan disiapkan untuk mengatur dan menyelenggarakan
urusan-urusan yang diserahkan oleh pemerintah pusat sebagai urusan rumah tangganya sendiri.
9) Demokrasi dengan kemakmuran. Artinya, demokrasi bukan hanya soal kebebasan dan hak, bukan hanya soal kewajiban dan tanggungjawab, bukan pula soal mengorganisasi kedaulatan rakyat atau pembagian kekuasaan kenegaraan. Demokrasi bukan hanya soal otonomi daerah dan keadilan hukum. Demokrasi menuntut UUD NRI Tahun 1945 membangun negara kemakmuran (welfare state) oleh dan untuk sebesar-besarnya rakyat Indonesia.
10) Demokrasi yang berkeadilan sosial. Artinya, demokrasi menurut UUD NRI Tahun 1945 menggariskan keadilan sosial di antara berbagai kelompok, golongan, dan lapisan masyarakat. Tidak ada golongan, lapisan, kelompok, satuan, atau organisasi yang menjadi anak emas, dengan berbagai keistimewaan atau hak-hak khusus.
c. Nilai-Nilai Demokrasi Pancasila
Demokrasi Pancasila mengandung nilai-nilai luhur yang dapat diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat , berbangsa dan bernegara. Adapun nilai-nilai Demokrasi Pancasila dapat diuraikan sebagai berikut.
1) Kebebasan Berkelompok dan Menyatakan Pendapat
Kebebasan berkelompok dan menyatakan pendapat merupakan hak warga negara yang dijamin dengan undang- undang dalam sebuah sistem politik demokratis. Kebebasan berkumpul dan mengeluarkan pendapat dijamin dalam pasal 28E ayat (3) UUD NRI Tahun 1945 yang berbunyi "Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat". Berserikat, berkumpul, dan berpendapat merupakan wujud pelaksanaan kedaulatan rakyat.
Pemerintah harus mendengarkan pendapat-pendapat rakyat sebagai
pertimbangan dalam membuat kebijakan- kebijakan publik.
Kebebasan berkelompok merupakan nilai dasar demokrasi. Negara menjamin kebebasan warga negara untuk berkelompok, termasuk membentuk partai baru maupun mendukung partai apa pun. Tidak ada lagi keharusan mengikuti ajakan dan intimidasi pemerintah.
Tidak ada lagi ketakutan menyatakan afiliasinya ke dalam partai, selaÃn partai penguasa/ pemerintah. Demokrasi memberi alternatif yang lebih banyak dan lebih sehat bagi warga negara. Melalui kelompok yang dibentuk warga negara dapat berperan aktif dalam memengaruhi pembuatan kebijakan publik dan mengawal jalannya pemerintahan.
Kebebasan menyatakan pendapat adalah hak bagi warga negara yang wajib dijamin dengan undang-undang dalam sebuah sistem politik demokratis. Kebebasan ini diperlukan karena kebutuhan untuk menyatakan pendapat senantiasa muncul dari setiap warga negara pada era pemerintahan terbuka saat ini. Hak untuk menyampaikan pendapat wajib dijamin oleh pemerintah sesuai undang-undang yang berlaku sebagai bentuk kewajiban negara untuk melindungi warga negaranya yang dirugikan oleh tindakan pemerintah atau unsur swasta. Semakin cepat dan efektif cara pemerintah memberikan tanggapan, semakin tinggi pula kualitas demokrasi pemerintah tersebut.
2) Kebebasan Berpartisipasi
Kebebasan berpartisipasi sesungguhnya merupakan gabungan dari kebebasan berpendapat dan berkelompok. Ada empat bentuk partisipasi politik. Pertama, pemberian suara dalam pemilihan umum, baik pemilihan anggota legislatif maupun pemilihan presiden. Kedua, hubungan dengan pejabat pemerintah. Ketiga, melakukan protes terhadap lembaga masyarakat atau pemerintah. Keempat, mencalonkan diri dalam pemilihan jabatan publik mulai dari pemilihan lurah, bupati, wali kota, gubernur, anggota DPR, hingga presiden sesuai sistem pemilihan yang berlaku.
3) Kesetaraan Antarwarga
Kesetaraan merupakan salah satu nilai fundamental yang diperlukan bagi pengembangan demokrasi di Indonesia. Kesetaraan diartikan sebagai adanya kesempatan sama bagi setiap warga negara. Kesetaraan memberi tempat bagi setiap warga negara tanpa membedakan etnik, bahasa, daerah, maupun agama. Nilai ini diperlukan bagi masyarakat heterogen seperti Indonesia. Negara merupakan negara multietnik, multibahasa, multidaerah, dan multiagama. Keragaman tersebut menuntut jaminan kesetaraan antarwarga agar tidak terjadi konflik dalam masyarakat.
4) Kesetaraan Gender
Kesetaraan gender berarti kedudukan laki-laki dan perempuan memiliki hak sama didepan hukum. Laki-laki maupun perempuan sama-sama memiliki akses dalam politik, sosial, dan ekonomi. Demokrasi tanpa kesetaraan gender akan berdampak pada ketidakadilan sosial. Oleh karena itu, baik laki-laki maupun perempuan harus diperlakukan sesuai hak dan kewajibannya dalam kehidupan demokrasi.
5) Kedaulatan Rakyat
Dalam negara demokrasi, rakyat memiliki kedaulatan. Rakyat berdaulat dalam menentukan pemerintahan. Warga negara sebagai bagian dari rakyat memiliki kedaulatan dalam pemilihan yang berujung pada pembentukan pemerintahan. Pemerintah dengan sendirinya berasal dari rakyat dan bertanggung jawab kepada rakyat. Oleh karena itu,pemerintah wajib mengembalikan yang diperolehnya kepada rakyat. Kedaulatan rakyat hanya dapat ditegakkan bila para politisi menyadari asal usul dirinya dan menunjukkan tanggung jawabnya sebagai wakil rakyat.
6) Rasa Percaya
Rasa saling percaya antarkelompok masyarakat merupakan nilai dasar lain pembentuk demokrasi. Sebuah pemerintahan demokrasi akan sulit berkembang bila rasa saling percaya satu sama lain tidak tumbuh. Tanpa rasa percaya sebuah pemerintahan akan dipenuhi rasa ketakutan, kecurigaan, kekhawatiran, dan permusuhan. Akibatnya, hubungan antarkelompok masyarakat akan terganggu. Rasa percaya sangat diperlukan untuk menghadapi persoalan bangsa agar tetap tercipta persatuan dan kesatuan.
7) Kerja Sama
Kerja sama diperlukan untuk mengatasi persoalan dalam masyarakat. Kerja sama hanya mungkin terjadi jika setiap orang atau kelompok bersedia mengorbankan sebagian dari yang diusahakannya. Kerja sama bukan berarti menutup munculnya perbedaan pendapat antar individu dan antarkelompok. Tanpa perbedaan pendapat, demokrasi tidak mungkin berkembang. Perbedaan pendapat mendorong persaingan antar kelompok untuk mencapai tujuan yang lebih baik.
Kerja sama saja tidak cukup untuk membangun masyarakat terbuka. Diperlukan kompetisi sebagai pendorong bagà kelompok untuk meningkatkan kualitasnya. Kompetisi menuju sesuatu yang lebih berkualitas sangat diperlukan, sementara kerja sama diperlukan bagi kelompok-kelompok untuk menopang upaya persaingan dengan kelompok lain. Kompetisi, kompromi, dan kerja sama merupakan nilai-nilai yang mampu mendorong terwujudnya demokrasi.
2. Dinamika Demokrasi di Indonesia
Dinamika demokrasi di Indonesia dapat dilihat dari pelaksanaan demokrasi yang pernah ada di Indonesia. Pelaksanaan demokrasi di Indonesia dapat dibagi menjadi beberapa periodesasi sebagai berikut.
a. Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia Periode 1945-1959
Pada masa pemerintahan revolusi kemerdekaan, pelaksanaan demokrasi baru terbatas pada interaksi politik di parlemen dan pers berfungsi mendukung revolusi kemerdekaan. Meskipun tidak banyak dicatat sejarah yang menyangkut perkembangan demokrasi, pada periode ini telah meletakkan hal-hal mendasar.
Pertama, pemberian hak-hak politik secara menyeluruh.
Kedua, Presiden yang secara konstitusional ada kemungkinan untuk menjadi diktator.
Ketiga, dengan maklumat Wakil Presiden dimungkinkan terbentuk sejumlah partai politik yang kemudian menjadi peletak dasar bagi sistem kepartaian di Indonesia untuk masa-masa selanjutnya dalam sejarah kehidupan politik Indonesia.
Dalam periode 1945-1959, di Indonesia berlaku tiga konstitusi secara bergantian.
Pertama, mulai tahun 1945 berlaku Undang-Undang Dasar 1945. Kedua, pada 1945 berlaku Konstitusi RIS.
Ketiga, pada 1950 berlaku Undang-Undang Dasar Sementara 1950.
Berdasarkan UUDS 1950 pemerintahan dilakukan oleh kabinet yang sifatnya parlementer, artinya kabinet bertanggung jawab pada parlemen. Jatuh bangunnya suatu kabinet tergantung pada dukungan anggota parlemen. Sistem parlementer ternyata kurang cocok diterapkan di Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan melemahnya persatuan bangsa. Dalam UUDS 1950, badan eksekutif terdiri atas presiden sebagai kepala negara konstitusional dan perdana menteri sebagai kepala pemerintahan. Dalam sistem parlementer setiap kabinet berdasarkan koalisi yang berkisar pada satu atau dua partai besar dengan beberapa partai kecil. Koalisi ternyata kurang mantap dan partai-partai dalam koalisi tidak segan untuk menarik dukungannya sewaktu-waktu sehingga kabinet sering iatuh karena keretakan dalam koalisi sendiri. Dengan demikian, menimbulkan kesan bahwa partai-partai dalam koalisi kurang dewasa dalam menghadapi tanggung jawab mengenai permasalahan pemerintahan. Di lain pihak, partal-partai dalam barisan oposisi tidak mampu berperan sebagai oposisi yang konstruktif untuk menyusun program-program alternatif, tetapi hanya menonjolkan segi-segi negatif.
Pada umumnya kabinet dalam masa sebelum pemilihan umum yang diadakan pada 1955 tidak dapat bertahan lebih lama dan rata-rata hanya bertahan delapan bulan. Pergantian kabinet yang sering dilakukan menghambatperkembangan ekonomi dan politik karena pemerintah tidak mendapat kesempatan untuk melaksanakan program kerjanya. Pemilihan umum tahun 1955 merupakan pemilu pertama di Indonesia.
Pemilihan umum tahun 1955 dikenal sebagai pemilu paling demokratis karena dilaksanakan dengan prinsip demokrasi, kompetisi antarpartai politik berjalan dengan sangat intensif, partai- partai politik dapatmelakukan nominasi calonnya dengan bebas, kampanye dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab dalam rangka mencari dukungan yang kuat dari masyarakat pemilih, dan setiap pemilih dapat menggunakan hak pilihnya dengan bebas tanpa ada tekanan atau rasa takut. Meskipun pemilihan umum tahun 1955 dikatakan pemilu paling demokratis, tetapi tidak membawa stabilitas yang diharapkan. Bahkan, tidak dapat menghindarkan ketidakharmonisan antara pemerintah pusat dan beberapa daerah.
Selain masalah pemilihan umum 1955 yang tidak membawa stabilitas, ternyata ada beberapa kekuatan sosial.dan politik yang tidak memperoleh saluran dan tempat yang realistis dalam konstelasi politik. Padahal kekuatan sosial tersebut merupakan kekuatan yang paling penting, yaitu seorang presiden yang tidak mau bertindak sebagai rubberstamp (presiden yang membubuhi capnya belaka) dan suatu tentara yang karena lahir dalam revolusi merasa bertanggung jawab untuk turut menyelesaikan persoalan-persoalan yang dihadapi oleh
masyarakat Indonesia pada umumnya.
Selain itu, dalam pemerintahan berdasarkan UUDS 1950, tidak ada anggota-anggota partai yang tergabung dalam konstituante untuk mencapai konsensus mengenai dasar negara untuk undang-undang dasar baru. Beberapa keadaan yang terjadi dalam pemerintahan Indonesia berdasarkan UUDS 1950 tersebut mendorong Ir. Soekarno sebagai Presiden mengeluarkan Dekret Presiden 5 Juli 1959. Dekret Presiden 5 Juli 1959 berisi tiga hal penting, yaitu pembubaran konstituante, berlakunya kembali Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak berlakunya UUDS 1950, serta pembentukan MPRS dan DPAS dalam waktu sesingkat- singkatnya. Dengan demikian, masa demokrasi berdasarkan sistem parlementer berakhir.
b Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia Periode 1959-1965
Ciri-ciri perkembangan demokrasi Indonesia periode 1959-1965, yaitu dominasi dari presiden, terbatasnya peranan partai politik, dan meluasnya peranan ABRI sebagai unsur sosial politik. Dekret Presiden 5 Juli 1959 dapat dipandang sebagai suatu usaha untuk mencari jalan keluar dari kemacetan politik melalui pembentukan kepemimpinan yang kuat. Dengan adanya dekret tersebut, kedudukan Presiden tidak hanya sebagai kepala negara, tetapi juga sebagai kepala pemerintahan. Sejak diberlakukan dekret, Presiden memperkenalkan sistem demokrasi baru, yaitu demokrasi terpimpin.
Konsep demokrasi terpimpin dalam pelaksanaannya terdapat penyimpangan-penyimpangan seperti berikut.
1) Sebagai akibat DPR menolak RAPBN yang diajukan oleh presiden, pada 19960 dengan serta- merta DPR hasil pemilihan umum tahun 1955 dibubarkan oleh presiden. Padahal, menurut penjelasan UUD NRI Tahun 1945 dengan tegas dinyatakan bahwa "kedudukan DPR adalah kuat. Dewan tidak bisa dibubarkan oleh presiden'.
2) MPRS telah mengangkat Ir. Soekarno sebagai presiden seumur hidup. Hal ini jelas bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 Bab ll pasal 7 yang menyatakan bahwa Presider dan wakil presiden memegang jabatan selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali.
3) Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong diangkat sebagai menteri. Tindakan ini bertentangan dengan UUD NRITahun 1945 sebab kedudukan DPR selaku lembaga legislatif sejajar dengan kedudukan presiden selaku eksekutif. Dengan diangkatnyaketua DPR-GR sebagai menteri, dalam UUD 1945 dinyatakan bahwa kedudukan menteri sebagai pembantu presiden. Tindakan presiden seperti ini secara tidak langsung menghancurkan pilar Trias Politika yang secara implisit sistem ini dapat diketemukan dalam UUD NRI Tahun 1945.
4) Presiden mengeluarkan produk-produk legislatif dalam bentuk penetapan presiden tanpa persetujuan DPR dengan mengacu pada dekret presiden sebagai sumber hukumnya. Padahal, semestinya produk-produk seperti itu adalah hak DPR.
5) Didirikan badan-badan ekstrakonstitusional seperti front nasional yang ternyata dipakai oleh komunisme internasional sebagai persiapan ke arah terbentuknya demokrasi rakyat. Partai politik dan pers yang dianggap menyimpang dari rel revolusi ditutup, tidak dibenarkan, dan dibredel, sedangkan politik mercusuar di bidang hubungan luar negeri dan ekonomi dalam negeri telah menyebabkan keadaan ekonomi menjadi bertambah suram.
c. Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia Periode 1965-1998
Periode 1965-1998 dikenal dengan masa Orde Baru. Orde Baru merupakan istilah yang digunakan untuk memisahkan antara kekuasaan masa Ir. Soekarno (Orde Lama) dengan masa Soeharto. Landasan formal periode ini adalah Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, serta ketetapan- ketetapan MPRS. Orde Baru berupaya meluruskan kembali penyimpangan terhadap UUD NRI Tahun 1945 yang telah terjadi pada masa demokrasi terpimpin. Pemerintah Orde Baru telah melaksanakan sejumlah tindakan korektif sebagai berikut.
1) Ketetapan MPRS Nomor II/1963 yang menetapkan masa jabatan seumur hidup untuk Ir. Soekarno telah dibatalkan dan jabatan presiden kembali menjadi jabatan elektif setiap lima tahun. Ketetapan MPRS Nomor XIX/1966 telah menentukan ditinjaunya kembali produk-produk legislatif dari masa demokrasi terpimpin. Atas dasar itulah Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1964 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman telah diganti dengan undang-undang baru, yaitu Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman yang menetapkan kembali pada asas kebebasan badan-badan pengadilan.
2) Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong diberi beberapa hak kontrol selain tetap mempunyai fungsi untuk membantu pemerintah. Pemimpinnya tidak lagi mempunyai fungsi status menteri. Begitu pula tata tertib Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong yang baru telah meniadakan pasal yang memberi wewenang kepada presiden untuk memutuskan permasalahan yang tidak dapat mencapai mufakat antar anggota badan legislatif.
3) Golongan Karya dan anggota ABRI memainkan peranan penting diberi landasan konstitusional yang lebih formal. Selain itu, beberapa hak asasi diusahakan supaya diselenggarakan lebih penuh dengan memberi kebebasan lebih luas kepada pers untuk menyatakan pendapat serta kepada partai-partai politik untuk bergerak dan menyusun kekuatannya, terutama menjelang pemilihan umum 1971. Dengan demikian, diharapkan terbinanya partisipasi golongan-golongan dalam masyarakat selain diadakan pembangunan ekonomi secara teratur dan terencana.
Perkembangan lebih lanjut, pada masa Orde Baru peranan presiden semakin besar. Lambat laun tercipta pemusatan kekuasaan di tangan presiden. Setelah pemilihan umum 1971 pemerintah kembali berusaha menyederhanakan ada tiga partai politik. Penyederhanaan partai politik baru terealisasi pada tahun 1973. Pada tahun 1973 partai politik di Indonesia, yaitu Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Golkar, dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI).
Masa Orde Baru menunjukkan keberhasilan dalam penyelenggaraan pemilu. Pemilu diadakan secara teratur dan berkesinambungan sehingga selama periode tersebut berhasil diadakan enam kali pemilu, yaitu tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997. Dari awal Orde Baru memang menginginkan adanya pemilu. Ini terlihat dari dikeluarkan undang-undang pemilu pada 1969, hanya setahun setelah Presiden Soeharto dilantik sebagai presiden oleh MPRS pada 1968 atau dua tahun setelah ia dilantik sebagai pejabat presiden pada 1967. Hal ini sesuai dengan slogan Orde Baru pada masa awalnya, yaitu melaksanakan UUD NRI Tahun 1945 secara murni dan konsekuen.
Pada pertengahan dasawarsa 1980-an, pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto berhasil meningkatkan pembangunan ekonomi, yaitu menjadikan Indonesia sebagai negara swasembada beras.
Akan tetapi, keberhasilan pembangunan ekonomi pada masa itu tidak diikuti dengan kemampuan memberantas korupsi. Korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) berkembang dengan pesat seiring dengan keberhasilan pembangunan ekonomi. Keadaan ekonomi dan pemerintahan yang semakin terpuruk memicu kekecewaan rakyat.
Kelompok-kelompok penentang Presiden Soeharto dan Orde Baru semakin menguat. Mahasiswa menjadi pelopor penentang pemerintah yang korup dan otoriter. Gerakan mahasiswa pada bulan Mei 1998 berhasil menduduki gedung MPR/DPR di Senayan. Gerakan tersebut merupakan langkah awal kejatuhan Presiden Soeharto dan tumbangnya Orde Baru. Dengan semakin kuatnya dukungan para mahasiswa dan masyarakat dari berbagai daerah di Indonesia terhadap gerakan tersebut berubah sikap terhadap Presiden Soeharto.
Ketua DPR/MPR Harmoko secara terbuka meminta presiden turun. Selanjutnya, empat belas orang menteri Kabinet Pembangunan menyatakan penolakan mereka untuk bergabung dengan kabinet reformasi yang akan dibentuk oleh Presiden Soeharto yang berusaha untuk memenuhi tuntutan mahasiswa. Melihat perkembangan politik seperti ini, Presiden Soeharto merasa yakin bahwa ia tidak mendapat dukungan yang besar dari rakyat dan orang-orang dekatnya sendiri sehingga memutuskan mundur sebagai Presiden Republik Indonesia pada 20 Mei 1998.
d. Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia Periode 1998-Sekarang
Berakhirnya Orde Baru membuka peluang terjadinya reformasi politik dan demokratisasi di Indonesia. Pengalaman Orde Baru mengajarkan kepada bangsa Indonesia bahwa pelanggaran ternadap demokrasi mengakibatkan kehancuran bagi negara dan penderitaan rakyat. Oleh karena itu, bangsa Indonesia sepakat melakukan demokratisasi. Demokratisasi adalah proses pendemokrasian sistem politik Indonesia. Dengan demikian, kebebasan rakyat terbentuk, kedaulatan rakyat dapat ditegakkan, dan pengawasan terhadap lembaga eksekutif dapat dilakukan oleh lembaga wakil rakyat (DPR).
Presiden Habibie yang dilantik sebagai presiden untuk menggantikan Presiden Soeharto dapat dlanggap sebagai presiden yang memulai langkah-langkah demokratisasi pada masa reformasi.
Oleh karena itu, langkah yang dilakukan pemerintahan Habibie adalah mempersiapkan pemilu dan melakukan beberapa langkah penting dalam demokratisasi. Undang-undang politik yang meliputi undang-undang partai politik, undang-undang pemilu, serta undang-undang susunan dan kedudukan MPR, DPR, dan DPRD yang baru disahkan pada awal tahun 1999.
Undang-undang politik ini jauh lebih demokratis dibandingkan undang-undang politik sebelumnya sehingga pemilu 1999 menjadi pemilu yang demokratis dan diakui oleh dunia internasional. Pada masa pemerintahan Habibie juga terjadi demokratisasi yang tidak kalah pentingnya, yaitu penghapusan dwifungsi ABRI. Fungsi sosial-politik ABRI (sekarang Tentara Nasional Indonesia atau TNI) dihilangkan. Fungsi pertahanan menjadi fungsi satu-satunya yang dimiliki TNI. Langkah terobosan yang dilakukan dalam proses demokratisasi adalah amendemen UUD NRI Tahun 1945 yang dilakukan oleh MPR hasil pemilu 1999 dalam empat tahap selama empat tahun (1999-2002).
Beberapa perubahan penting dilakukan terhadap UUD NRI 1945 agar UUD NRI 1945 mampu menghasilkan pemerintahan yang demokratis. Peranan DPR sebagai lembaga legislatif diperkuat, semua anggota DPR dipilih dalam pemilu, pengawasan terhadap presiden lebih diperketat, dan hak asasi manusia memperoleh jaminan yang semakin kuat.
Amendemen UUD NRI Tahun 1945 juga memperkenalkan pemilihan umum untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden secara langsung (pilpres). Pilpres secara langsung untuk pertama kalinya dilakukan pada 2004 setelah pemilihan umum lembaga legislatif.
Langkah demokratisasi selanjutnya adalah pemilihan umum untuk memilih kepala daerah secara langsung (pilkada) yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Undang-undang tersebut mengharuskan semua kepala daerah di seluruh Indonesia dipilih melalui pilkada mulai pertengahan 2005. Semenjak itu semua kepala daerah yang telah habis masa jabatannya harus dipilih melalui pilkada. Pilkada bertujuan untuk menjadikan pemerintah daerah lebih demokratis dengan diberikan hak bagi rakyat untuk menentukan kepala daerah.
Hal ini tentu saja berbeda dengan pemilihan kepala daerah sebelumnya yang bersifat tidak langsung karena dipilih oleh DPRD. Pelaksanaan pemilu legislatif dan pemilihan presiden pada 2004 merupakan tonggak penting dalam sejarah politik Indonesia modern. Terpilihnya Presiden dan wakil presiden yang didahului oleh terpilihnya anggota-anggota DPR, DPD, dan DPRD telah menuntaskan demokratisasi di bidang lembaga-lembaga politik di Indonesia.
Dapat dikatakan bahwa demokratisasi telah berhasil membentuk pemerintah Indonesia yang demokratis karena nilai-nilai demokrasi yang penting telah diterapkan melalui pelaksanaan peraturan perundangan mulai dari UUD NRI Tahun 1945. Memang benar bahwa demokratisasi adalah proses tanpa akhir karena demokrasi tidak pernah terwujud secara tuntas. Namun demikian, adanya perubahan- perubahan tersebut, demokrasi di Indonesia telah mempunyai dasar yang kuat untuk berkembang.
Pada masa reformasi sampai saat ini telah dilaksanakan berbagai perubahan di segala bidang untuk melaksanakan prinsip-prinsip demokrasi seutuhnya. Akan tetapi, tampaknya pelaksanaan demokrasi yang sempurna pun belum merupakan idealisme bagi bangsa Indonesia saat ini.
Bahkan, segala tindakan yang dilakukan masih jauh dari prinsip demokrasi yang sesungguhnya.
Hal ini terbukti masih muncul tindakan-tindakan yang tidak mencerminkan sikap demokratis.
Masih banyak pemaksaan kehendak yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu. Sikap penguasa yang tidak berdaya dalam mengungkap kasus pelanggaran HAM, pendidikan politik rakyat yang masih rendah, serta masih adanya diskriminasi dalam pengambilan putusan.
Pada masa reformasi kita semua mengharapkan agar tercapai suatu pemerintahan yang demokratis.
Bagaimanakah pemerintahan yang demokratis itu? Pemerintahan yang demokratis intinya kewenangan memerintah berada pada rakyat. Dengan sendirinya pemerintah tidak dibenarkan bertindak bertentangan dengan kehendak rakyat. Agar tidak dapat bertindak sewenang-wenang,
pemerintah dalam menjalankan kekuasaannya dibatasi oleh konstitusi yang dihasilkan wakil- wakil rakyat. Konstitusi menjadi sumber hukum dari semua perundangan yang ada.
Dalam pemerintahan demokratis kegiatan pemerintah harus memenuhi dua syarat sebagai berikut.
1) Mempunyai dasar hukum, artinya setiap tindakan pemerintah harus ada landasan hukum
yang jelas, yang dijadikan dasar dikeluarkannya sesuatu kebijaksanaan.
2) Mempunyai tujuan yang jelas. Setiap kegiatan pemerintah harus nyata-nyata guna mewujudkan tujuan negara yang bermuara pada peningkatan kesejahteraan rakyat dan guna mnemelihara ketertiban umum.
Dalam perkembangan demokrasi secara konstitusional, rakyatberkeinginan menyelenggarakan hak-hak politiknya secara efektif yang diwujudkan dalam bentuk konstitusi. Demokrasi dalam bentuk konstitusi ini dimaksudkan untuk membatasi kewenangan-kewenangan pemerintah, baik tertulis maupun tidak tertulis.
Selanjutnya, demokrasi tersebut diwujudkan dengan tegaknya rule of law dengan tiga ciri utamanya sebagai berikut.
1) Supremasi hukum.
2) Persamaan hak dan kewajiban setiap warga negara di depan hukum dan pemerintahan.
3) Terjaminnya hak-hak warga negara dalam undang-undang dasar.
Runtuhnya pemerintahan Orde Baru telah membawa harapan baru bagi tumbuhnya demokrasi di Indonesia. Bergulirnya reformasi yang mengiringi keruntuhan pemerintahan tersebut menandakan tahap awal bagi transisi demokrasi Indonesia. Transisi demokrasi merupakan fase krusial yang kritis karena dalam fase ini akan ditentukan arah demokrasi yang akan dibangun. Selain itu, dalam fase ini pula bisa terjadi pembalikan arah perjalanan bangsa dan negara. Bisa jadi Indonesia kembali memasuki masa otoriter seperti pada periode Orde Lama dan Orde Baru.
Sukses atau gagalnya suatu transisi demokrasi sangat bergantung pada empat faktor kunci, yaitu:
1) komposisi elite politik;
2) desain institusi politik;
3) kultur politik atau perubahan sikap terhadap politik di kalangan elite dan nonelite; serta
4) peran masyarakat madani (civil society).
Keempat faktor itu harus jalan secara sinergis dan sebagai modal untuk mengonsolidasikan demokrasi.
Azyumardi Azra, seorang ahli politik, sejarah, dan kebudayaan lslam mnenyatakan bahwa langkah yang harus dilakukan dalam transisi Indonesia menuju demokrasi sekurang kurangnya mencakup reformasi dalam tiga bidang besar.
Pertama, reformasi sistem yang menyangkut perumusan kembali falsafah, kerangka dasar, dan perangkat legal sistem politik
Kedua, reformasi kelembagaan yang menyangkut pengembangan dan pemberdayaan lembaga- lembaga politik.
Ketiga, pengembangan kultur atau budaya politik yang lebih demokratis.
Uji Kompetensi 2
A. Pilihlah jawaban yang benar!
1.) Pembangunan yang merata di banyak daerah menunjukkan salah satu prinsip demokrasi, yaitu....
a. demokrasi dengan kecerdasan
b. demokrasi yang berkeadilan sosial
c. demokrasi yang berkedaulatan rakyat
d. demokrasi dengan hak asasi manusia
e. demokrasi dengan rule of lawlaw
2. Komisi Pemilihan Umum (KPU) tetap mempertahankan aturan syarat minimum keterwakilan perempuan tiga puluh persen dalam pengajuan calon legislatif pemilu 2019.
Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa pelaksanaan pemilu di Indonesia mengandung nilai demokrasi, yaitu.
a. kerja sama
b. rasa percaya
c. kebebasan berkelompok
d. kesetaraan gender
e. kebebasan menyatakan pendapat
3. Sebagai wujud prinsip demokrasi, kekuasaan negara tidak dipusatkan pada pemerintah pusat saja, tetapi sebagian diserahkan pada pemerintah daerah. Pernyataan tersebut sesuai dengan pilar demokrasi Pancasila, yaitu...
a. demokrasi yang menerapkan konsep negara hukum (rule of law)
b. demokrasi yang menetapkan pembagian kekuasaan
c. demokrasi yang mengutamakan kedaulatan rakyat
d. demokrasi dengan peradilan yang merdeka
e. demokrasi yang menjamin otonomi daerah
4. Perhatikan ciri-ciri berikut!
1) Supremasi hukum.
2) Persamaan hak dan kewajiban setiap warga negara di depan hukum dan pemerintahan.
3) Hukum yang berpihak kepada negara.
4) Kontrol efektif terhadap pemerintah oleh rakyat.
5) Kepentingan minoritas harus dipertimbangkan.
Ciri utama tegaknya rule oflaw ditunjukkan oleh angka...
a. 1) dan 2)
b. 1) dan 3)
c. 2) dan 3)
d. 3) dan 4)
e. 4) dan 5)
5. Perhatikan ciri-ciri berikut!
1) Kondisi negara labil karena sering terjadi pergantian kabinet.
2) Kehidupan demokrasi terlihat dengan keberhasilan pemilu I (1955).
3) Penerapan demokrasi liberal dengan sistem pemerintahan parlementer.
4) Penyederhanaan parpol yang hanya tiga.
5) Penerapan asas demokrasi dengan
musyawarah mufakat.
Ciri-ciri demokrasi liberal ditunjukkan oleh angka.
a. 1), 2), dan 3)
b. 1), 2), dan 4)
c. 3), 4), dan 5)
d. 2), 3), dan 4)
e. 2), 4), dan 5)
6. Pada 5 Juli 1959 Presiden Ir. Soekarno mengeluarkan dekret presiden dengan alasan....
a. meningkatkan stabilitas politik
b. mengoptimalkan peran partai politik dalam parlemen.
c. menggairahkan organisasi masyarakat dalam negeri
d. meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat
e. mengetahui adanya kegagalan konstituante dalam menetapkan undang-undang dasar
7. Salah satu alasan ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintahan Orde Baru adalah...
a. banyaknya pengangguran
b. semakin banyak masyarakat miskin
c. rendahnya tingkat pendidikan masyarakat
d. perbedaan kelas sosial yang terjadi dalam masyarakat
e. banyaknya KKN yang memicu terjadinya krisis monetermoneter
8. Perhatikan indikator berikut!
1) Pemerintah menjamin kebebasan warga negara dalam mengeluarkan pendapat melalui demonstrasi.
2) Rakyat memilih langsung presiden dan wakil presiden melalui pemilihan umum.
3) Rekrutmen anggota legislatif dilaksanakan secara tertutup.
4) Kasus pelanggaran hak asasi manusia mulai berkurang.
5) Adanya pembatasan dalam kebebasan pers.
Indikator-indikator yang menunjukkan
pelaksanaan demokrasi di Indonesia pada masa reformasi terdapat pada angka..
a. 1), 2), dan 3)
b. 1), 2), dan 4)
c. 1), 3), dan 5)
d. 2), 3), dan 4)
e. 3), 4), dan 5)
9.) Tahun 1998 merupakan tahun kebangkitan pers nasional. Kebangkitan tersebut ditandai dengan munculnya berbagai penerbitan pers koran, majalah, atau tabloid baru. Perkembangan pers tersebut menunjukkan salah satu prinsip demokrasi, yaitu...
a. pemilu berkala
b. supremasi hukum
c. kesetaraan di antara warga negara keterlibatan masyarakat dalam
d. pengambilan keputusan
e. kebebasan atau kemerdekaan yang diakui dan dipakai warga negara
10. Pemilu merupakan prinsip demokrasi secara universal, Pelaksanaan pemilu legislatif dan pemilihan presiden pada 2004 merupakan tonggak penting dalam sejarah politik Indonesia modern karena...
a. mendapat bantuan dana dari negara lain
b. merujuk pada sistem pemilu dari negara maju
c. menunjukkan kebebasan berpolitik tanpa batas
d. menerapkan asas pemilihan umum yang bebas dan fair
e. mencerminkan demokratisasi di bidang lembaga-lembaga politik
B. Kerjakan soal-soal berikut!
1. Salah satu nilai demokrasi Pancasila adalah kebebasan menyatakan pendapat. Jelaskan secara singkat nilai demokrasi tersebut!
2. Apakah pengambilan keputusan melalui voting merupakan bentuk pelaksanaan nilai-nilai demokrasi Pancasila?
3. Bagaimanakah ciri- ciri perkembangan demokrasi Indonesia periode 1959-1965?
4. Mengapa sebagai negara demokrasi, Indonesia memerlukan adanya peraturan yang mengatur tentang keterbukaan informasi publik?
5. Mengapa pemilu 1955 disebut pemilu paling demokratis?